WASHINGTON DC - Donald Trump mendekati Korea Utara (Korut) dengan ancaman-ancaman kemarahan dan ketegangan disusul pertemuan puncak yang menjadi tontonan di televisi dengan pemimpinnya, Kim Jong-un.

Bagi Barack Obama, pendekatannya adalah kesabaran strategis yang berupaya menggunakan tekanan ekonomi dan militer yang terus-menerus untuk meyakinkan Pyongyang agar kembali ke meja perundingan.

Sekarang Presiden Joe Biden mencoba apa yang digambarkan pejabat Amerika Serikat (AS) sebagai jalan tengah antara pendekatan para pendahulunya, yang mereka akui gagal mencapai tujuan AS.

Pejabat Gedung Putih akhir pekan lalu memaparkan garis besar strategi Korut Biden, setelah peninjauan internal selama berbulan-bulan. Berdasarkan rencana Biden, AS akan mempertahankan tekanan pada Korut untuk menyerahkan senjata nuklirnya, tetapi juga akan melakukan pembicaraan dan mungkin bahkan kesepakatan tingkat menengah untuk membantu mencapai tujuan itu.

Tergantung pada bagaimana strategi itu nantinya dilaksanakan, itu bisa mencerminkan perubahan yang signifikan dalam cara AS menangani salah satu tantangan kebijakan luar negerinya yang paling mendesak.

Sebagian besar pemerintahan AS telah menghindari pendekatan bertahap untuk denuklirisasi, karena khawatir Korut akan menipu setiap kesepakatan sementara dan dengan demikian mendapatkan waktu yang berharga untuk membangun program nuklirnya.

Namun, pemerintahan Biden tampaknya terbuka untuk hubungan yang lebih baik, meskipun tanpa kesepakatan besar dengan Korut.

"AS akan mengupayakan pendekatan praktis yang terkalibrasi yang akan menjajaki pilihan-pilihan untuk diplomasi," ucap Juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki, pada Jumat (30/4) lalu. VoA/I-1

Baca Juga: