Potensi keuntungan saham di Indonesia diperkirakan memburuk, di bawah saham-saham negara lainnya.

JAKARTA - Pernyataan Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengenai kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) yang sangat stabil dan menjadi salah satu mata uang dengan nilai tukar terbaik di dunia menuai kontroversi. Pernyataan tersebut dinilai kurang tepat dan terkesan meremehkan kondisi dan tantangan perekonomian saat ini.

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, di Jakarta, Jumat (14/6), mengatakan jika Gubernur BI mengatakan rupiah merupakan mata uang terkuat, maka itu tidak ada bedanya dengan narasi yang dibangun buzzer.

"Gubernur seperti buzzer. Rupiah sudah terbukti melemah mendekati level 16.500 per dollar AS dan sudah diintervensi mati-matian, tetapi masih dikatakan terbaik di dunia," kata Anthony.

Bank Indonesia, terangnya, tidak berdaya sama sekali menghadapi kondisi moneter dan fiskal yang sangat sangat lemah saat ini. "BI tidak dapat menahan laju penurunan kurs rupiah yang sangat cepat. Bahkan etape kurs rupiah selanjutnya kalau menuju 17.000 per dollar AS maka aroma krisis ekonomi semakin terasa," ungkap Anthony.

Sebagai bukti, bank investasi dan jasa keuangan global, Morgan Stanley, sebut Anthony, sudah menurunkan peringkat saham (Bursa Efek) Indonesia menjadi "underweight". Hal itu berarti kinerja atau potensi keuntungan saham di Indonesia diperkirakan memburuk, di bawah saham-saham negara lainnya.

Alasan yang disampaikan pun sangat valid. Morgan Stanley menyoroti kondisi moneter dan fiskal Indonesia yang terus melemah dan sudah masuk tahap bahaya bagi perekonomian Indonesia ke depan. "Pernyataan Morgan Stanley sejalan dengan analisis saya minggu lalu berjudul Moneter dan Fiskal Babak Belur: Krisis Ekonomi Semakin Dekat," papar Anthony.

Data ekonomi juga menunjukkan ekonomi Indonesia memang sedang memburuk. Berdasarkan hasil Survei Konsumen terbaru Bank Indonesia yang dirilis baru-baru ini menunjukkan tingkat keyakinan masyarakat terhadap kondisi ekonomi ke depan anjlok. Pendapatan masyarakat kelas menengah bawah tergerus.

Dari sisi fiskal, jelasnya, penerimaan perpajakan (pajak, bea, dan cukai) selama empat bulan pertama turun signifikan, sekitar 8 persen, dibandingkan tahun lalu. Karena itu, defisit APBN 2024 dan utang pemerintah dipastikan akan meningkat.

Di tengah situasi yang sedang memburuk, terdengar kabar pemerintahan Presiden terpilih akan meningkatkan rasio utang pemerintah terhadap PDB (dari 39 persen saat ini) menjadi 50 persen dalam lima tahun ke depan. Artinya, ketentuan atau UU yang membatasi defisit APBN sebesar maksimal 3 persen dari PDB akan dinaikkan.

"Berita ini seperti menyiram bensin ke dalam bara api yang langsung berkobar menjadi api ganas. Kurs spot rupiah langsung anjlok, mendekati 16.500 per dollar AS menjelang penutupan transaksi akhir pekan," kata Anthony.

Rencana menaikkan rasio utang menjadi 50 persen menunjukkan tim pemerintahan baru sedang bingung, bahkan panik untuk bisa memenuhi janji kampanyenya terkait makan siang gratis dan susu gratis. "Namun demikian, mengatasi permasalahan tersebut dengan meningkatkan defisit APBN dan menaikkan rasio utang menjadi 50 persen malah menjadi bumerang. Kurs rupiah malah anjlok," pungkasnya.

Tidak Signifikan

Gubernur BI, Perry Warjiyo, saat ditemui wartawan di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (14/6), mengatakan kurs rupiah terhadap dollar AS sangat stabil dan menjadi salah satu mata uang dengan nilai tukar terbaik di dunia. "Rupiah kita sangat stabil, salah satu yang terbaik di dunia," kata Perry.

Menurut Perry, depresiasi rupiah terhadap dollar AS masih dalam posisi yang rendah karena Bank Indonesia juga terus melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar.

Pada kesempatan yang berbeda, pakar ekonomi dari Universitas Airlangga, Muhamad Said Fathurrohman, mengatakan dinamika resesi di AS tidak akan memiliki dampak global yang signifikan, seperti krisis finansial global yang pernah terjadi sebelumnya.

Baca Juga: