JAKARTA - Bank Indonesia pada Senin (6/5), mengaku "siap menghadapi kemungkinan terburuk" dan akan memberikan lebih banyak dukungan untuk rupiah jika diperlukan, terkait potensi kebijakan suku bunga ketat Federal Reserve, Amerika Serikat.

Dikutip dari Financial Times, Direktur Eksekutif Departemen Moneter BI, Edi Susianto, mengatakan, bank siap melakukan intervensi di pasar mata uang, seperti yang terjadi bulan lalu ketika rupiah mencapai titik terendah dalam beberapa tahun. "Tetapi tidak hanya mengandalkan intervensi," ujarnys.

Hal itu diungkapkan Susianto ketika perekonomian Asia bersiap menghadapi gejolak mata uang menyusul sinyal The Fed bulan ini bahwa mereka akan mempertahankan suku bunga lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama.

Bank Indonesia menaikkan suku bunga secara tak terduga pada akhir bulan lalu dan memperingatkan akan memburuknya risiko global, dengan mengatakan bahwa kenaikan suku bunga merupakan langkah pencegahan untuk memastikan inflasi tetap berada dalam targetnya.

"Indonesia menghadapi tantangan yang luar biasa dari faktor global dan domestik," kata Susianto dalam sebuah wawancara.

"Kami yakin bahwa kami siap menghadapi situasi terburuk dari kebijakan The Fed yang lebih hawkish dan meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah," katanya.

Negara-negara di seluruh dunia berusaha melindungi mata uang mereka dari penguatan dolar di tengah meningkatnya ekspektasi bahwa The Fed akan menunda pemotongan suku bunga sementara inflasi tetap berada di atas target 2 persen.

Menurut Susianto, Bank Indonesia pada bulan April mengambil tindakan di pasar spot, non-deliverable forward dan obligasi dalam "intervensi rangkap tiga" untuk mendukung rupiah. Pemerintah juga meminta badan usaha milik negara membatasi pembelian dolar AS.

Jepang dan Vietnam juga telah melakukan intervensi untuk mendukung mata uang mereka, sementara bank sentral Malaysia dan Korea Selatan menyatakan siap melakukan hal tersebut.

Dia menambahkan, akibat peningkatan tekanan yang lebih luas dari penguatan dolar, Indonesia juga mengalami siklus repatriasi dividen.

"Repatriasi yang dilakukan perusahaan asing, yang semakin meningkatkan permintaan dolar, diperkirakan akan berlangsung hingga akhir Mei, setelah itu rupiah akan menjadi lebih terkendali," ujar Susianto.

"Sejak kenaikan suku bunga bulan lalu, Indonesia telah mencatat arus masuk asing bersih ke obligasi pemerintah dan tagihan bank sentral," kata Susianto.

Secara terpisah, Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan pada konferensi pers pada hari Jumat bahwa pihaknya akan melelang surat berharga rupiah dua kali seminggu mulai minggu ini untuk menarik lebih banyak arus masuk meningkat dari sebelumnya sekali seminggu.

Susianto mengatakan, bank mendorong perusahaan untuk menggunakan instrumen lindung nilai dan mengupayakan pendalaman pasar sehingga kebutuhan akan intervensi bank sentral berkurang.

Setiap tindakan kebijakan moneter di masa depan akan bergantung pada data," kata Susianto, menolak berkomentar apakah BI siap untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut.

Sebelum kenaikan suku bunga pada bulan lalu, para ekonom secara luas memperkirakan BI akan mulai menurunkan suku bunga pada akhir tahun ini, meskipun beberapa pihak kini meyakini bahwa pelonggaran tersebut mungkin tidak akan terjadi.

Ekonom Maybank Investment Banking Group, Brian Lee, mengatakan, tidak menutup kemungkinan adanya kenaikan suku bunga lagi, meski rupiah sudah menguat sejak kenaikan mengejutkan bulan lalu.

"Dasar kami adalah BI akan mempertahankan suku bunga kebijakannya sebesar 6,25 persen tahun ini untuk menjaga stabilitas rupiah. Kecil kemungkinannya BI akan dapat menurunkan suku bunga, mengingat bank sentral memperkirakan The Fed baru akan menurunkan suku bunga pada bulan Desember," kata Lee.

"Terjadinya kembali depresiasi rupiah, seperti yang terlihat menjelang pertemuan bulan April, dapat memicu kenaikan suku bunga BI lagi," tutupnya.

Baca Juga: