JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada 2022 akan berada di atas enam persen secara tahunan atau year-on-year (yoy) akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), terutama solar dan pertalite, serta peningkatan tarif angkutan. Padahal, target inflasi tahun ini di kisaran 2-4 persen.

"Secara keseluruhan kenaikan harga BBM bersubsidi dan tarif angkutan umum, meski kenaikan tarif angkutan belum semuanya, akan menambah inflasi IHK 1,8 persen sampai 1,9 persen pada 2022, sehingga menjadi sedikit lebih tinggi dari enam persen," ucap Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, bulan September, di Jakarta, Kamis (22/9).

Dia menjelaskan terdapat dua jenis dampak dari kenaikan harga BBM maupun tarif angkutan terhadap inflasi, yakni dampak langsung dan tidak langsung (second round).

Untuk dampak langsung, telah terlihat dari kenaikan harga barang-barang dan menyebabkan inflasi bulan September 2022 yang diperkirakan Survei Pemantauan Harga (SPH) BI akan mencapai 5,89 persen (yoy). Sementara untuk dampak tidak langsung akan terlihat selama tiga bulan ke depan, yakni pada Oktober, November, dan Desember 2022.

Kemudian untuk bulan-bulan setelah itu, Perry meyakini kenaikan inflasi IHK tidak akan tinggi dan akan semakin melandai, sehingga berbagai langkah pengendalian inflasi perlu terus dilakukan baik dari sisi pasokan maupun dari sisi permintaan.

Dari sisi pasokan, telah dilakukan berbagi langkah sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), serta penyesuaian tarif angkutan di berbagai daerah.

"Bersama pemerintah, bank sentral sudah melakukan GNPIP di sekitar 18 daerah dan dengan pemerintah daerah juga mengendalikan tidak hanya inflasi pangan maupun juga tarif-tarif angkutan," tegasnya.

Upaya Pengendalian

Dengan demikian, dirinya berharap berbagai langkah tersebut bisa mengendalikan peningkatan inflasi dan meskipun akan sedikit lebih tinggi dari enam persen pada tahun ini, inflasi tersebut telah mencapai level puncak dan kemudian akan menurun.

Prediksi BI tersebut lebih tinggi ketimbang proyeksi Bank Pembangunan Asia (ADB). Lembaga kreditur multinasional itu menaikkan proyeksi inflasi Indonesia pada 2022 menjadi 4,6 persen dari prediksi awal sebesar 3,6 persen.

Bahkan, Ekonom Senior ADB, Henry Ma, memperingatkan dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi masih berlanjut hingga semester I-2023. Meski demikian, Henry mengatakan inflasi akan kembali melandai pada semester II-2023 di kisaran 3,8 persen sehingga sepanjang tahun depan inflasi diperkirakan sebesar 5,1 persen. "Inflasi diperkirakan rata-rata 5,1 persen pada 2023 yang naik dari proyeksi sebelumnya 3 persen," tegas Henry.

Seperti diketahui, inflasi tahun kalender Agustus 2022 terhadap Desember 2021 sebesar 3,63 persen, sementara secara tahunan (yoy) pada Agustus 2022 terhadap Agustus 2021 sebesar 4,69 persen. Tahun ini, pemerintah menargetkan inflasi berada di kisaran 2-4 persen.

Baca Juga: