JAKARTA - Bank Indonesia (BI) dinilai perlu memetakan potensi risiko sebelum mengeluarkan mata uang digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC), mengingat masyarakat masih awam soal tersebut. Meskipun risiko mata uang digital masih abu-abu, pertimbangan tersebut harus dikaji secara mendalam oleh Bank Indonesia (BI) termasuk risiko yang akan ditimbulkan dari infrastruktur teknologi digital.

"Risiko apa yang bisa didapat ketika suatu jaringan digital di suatu daerah padam, apakah nanti nilai transaksinya hilang atau bagaimana ini yang harus dipersiapkan," kata Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Yusuf Rendy di Jakarta, Jumat (28/5).

Karenanya, dia turut menyarankan agar BI memperkuat koordinasi dengan stakeholders terkait, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan operator telekomunikasi guna memastikan pemerataan infrastruktur teknologi digital. Selain itu, BI juga perlu berkoordinasi dengan industri keuangan seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait pengawasan mata uang digital dan Kementerian Keuangan terkait penerapan uang digital.

"Terkait kesiapan mereka dalam melakukan pengawasan apakah ada regulasi yang perlu ditambahkan, itu yang perlu didiskusikan dengan OJK," tutur Yusuf.

Pertimbangan Literasi

Lebih lanjut, Yusuf menyampaikan BI harus mempertimbangkan literasi keuangan masyarakat Indonesia karena berdasarkan survei OJK pada 2019, indeks literasi keuangan Indonesia baru mencapai 38,03 persen.

"Meskipun regulasinya sudah matang kemudian infrastrukur sudah disiapkan, tetapi ketika literasi masyarakat terhadap produk keuangan dalam hal ini currency digitalnya masih kurang, ini menjadi pekerjaan rumah berikutnya," jelas dia.

Kendati perlu mempersiapkan banyak hal sebelum menerapkan mata uang digital, CORE menyambut baik rencana BI untuk menerapkan uang digital karena keuangan digital sudah banyak diterapkan dalam transaksi keuangan baik berupa pembayaran maupun investasi.

Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan akan mengeluarkan mata uang digital dan pihaknya mempunyai tiga pertimbangan terkait rencana tersebut. Pertama, mata uang digital merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang dijabarkan melalui UU Mata Uang dan UU Bank Indonesia.

Kedua, mata uang digital akan mendukung pelaksanaan kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran termasuk persiapan dari infrastruktur pasar keuangan, valuta asing, dan sektor keuangan. Pertimbangan ketiga adalah teknologi yang akan digunakan dengan melihat teknologi atau platform yang digunakan oleh negara lain.

Baca Juga: