Untuk menjaga pemulihan ekonomi dalam negeri secara berkelanjutan, bank sentral akan melanjutkan bauran kebijakan.

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) akan tetap mempertahankan bauran kebijakan yang fokus menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Saat ini, perekonomian dalam negeri terus berangsur pulih dari dampak pandemi Covid-19.

"Kebijakan moneter masih terus kami arahkan untuk menjaga stabilitas, sementara kebijakan lain seperti makroprudensial, sistem pembayaran, pendalaman pasar, keuangan, ekomomi inklusi dan berkelanjutan, maupun kebijakan internasional termasuk ekonomi keuangan syariah akan diarahkan untuk pertumbuhan yang berkelanjutan," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam rapat kerja Komisi XI DPR bersama Menteri Keuangan, Menteri PPN/Kepala Bappenas, dan Ketua Dewan Kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK), sekaligus rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kepala BPS di Jakarta, Senin (5/6).

Dalam aspek kebijakan moneter, Perry memaparkan pertama BI akan mempertahankan kebijakan suku bunga BI 7 Days Repo Rate (BI7DRR) di level 5,75 persen untuk memastikan inflasi inti tetap terkendali. Kedua, BI memperkuat stabilisasi nilai rupiah untuk mengendalikan inflasi impor, serta memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global.

Target itu dicapai melalui intervensi di pasar valuta asing (valas) dengan transaksi spot, domestic non-deliverable forward (DNDF), serta pembelian atau penjualan Surat Berharga Negara (SBN). Ketiga, BI mengendalikan inflasi pangan melalui koordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah yang tergabung dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).

Dalam kebijakan makroprudensial, BI terus menempuh kebijakan longgar mempertahankan koordinasi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) termasuk dengan OJK. Kebijakan makroprudensial diarahkan untuk mendorong kredit pembiayaan perbankan kepada dunia usaha demi mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

"Kami terus memberikan insentif tambahan likuiditas berupa kebijakan makroprudensial kepada bank yang menyalurkan kredit pembiayaan kepada sektor-sektor prioritas, termasuk hilirisasi pertambangan, pertanian, dan perdagangan hingga mencapai 1,5 persen dari DPK. Untuk kredit UMKM dan KUR mencapai 1 persen dan untuk kredit hijau mencapai 0,3 persen dari DPK," ujar Perry.

Di bidang digitalisasi sistem pembayaran, BI memperluas digitalisasi guna memperkuat ekosistem keuangan digital nasional. Untuk tahun ini, BI berfokus pada pengembangan Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) untuk mampu digunakan di segala lini usaha. BI menargetkan pengguna QRIS mencapai 45 juta pada tahun ini, serta mengembangkan QRIS antarnegara dengan Singapura, Jepang, India, dan Tiongkok.

Tunjukkan Pemerataan

Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan pemulihan ekonomi setelah pandemi Covid-19 terjadi secara merata di seluruh wilayah Indonesia. "Pemulihan ekonomi kita terjadi mulai 2022 dan diteruskan di kuartal I-2023, dan menunjukkan pemerataan antardaerah," kata Sri Mulyani.

Dia menjelaskan daerah-daerah yang berada di luar Pulau Jawa juga menunjukkan pergerakan yang mengarah pada pemulihan. Misalnya, daerah-daerah di wilayah Sumatera yang secara kolektif mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 4,7 persen pada 2022 dan 4,8 persen pada kuartal I-2023.

Baca Juga: