Perang menyebabkan banyak masalah kemanusiaan. Konflik Suriah yang terjadi sejak 2011 lalu mengakibatkan krisis ekonomi terburuk di negara tersebut. Warga harus rela bertahan hidup dengan kondisi kekurangan bahan bakar dan pemadaman listrik selama berjam-jam.

Dikutip dari Al Jazeera, kondisi tersebut menyebabkan banyak orang yang mengandalkan penggunaan barang antik untuk bertahan. Barang tersebut di antaranya seperti kompor dan lampu antik.

Akibatnya, permintaan akan barang-barang antik di Suriah meningkat tajam. Bahkan di Damaskus, peredaran barang tradisional tersebut semakin mudah tersedia di pasar dan cepat habis terjual.

Hidup tanpa listrik dan bahan bakar tentu menjadi masalah yang sangat besar. Al Jazeera menyebut, 90% warga Suriah harus mengalami kemiskinan yang menyedihkan. Mereka tak lagi bisa menikmati mesin penghangat, tak bisa memasak dan mencuci dengan layak.

Alhasil, ketika musim dingin tiba, mereka menggunakan kotoran hewan yang dijemur dan dicampur jerami untuk dijadikan api unggun sebagai penghangat. Kotoran hewan ini juga menjadi bahan bakar umum yang digunakan untuk memasak di kompor dan oven luar ruangan.

Sebab, tabung gas sangat sulit didapatkan di sana. Selain karena harganya yang mahal, tabung gas untuk memasak memerlukan waktu 3 bulan pengiriman. Dalam hal pemakaian, tabung gas hanya bertahan selama 20 hari.

Meski begitu, menjadikan kotoran hewan sebagai baham bakar dinilai berbahaya untuk kesehatan. Terbukti banyak anak di Suriah harus mengalami masalah pernapasan yang parah akibat aktivitas tersebut.

Mengutip dari Al Jazeera, pembatasan bahan bakar dan pemadaman listrik dilakukan oleh Amerika Serikat untuk menghukum Presiden Suriah, Bashar al-Assad.

Akibat perang, 4 dari 14 pembangkit listrik yang ada di Suriah mengalami kerusakan parah. Oleh sebab itu, pemerintah Suriah akhirnya memberlakukan skema penjatahan listrik di negaranya. Skema tersebut menyebabkan seluruh wilayah di Suriah hanya mendapat jatah satu jam listrik dalam 5-10 jam pemadaman.

Baca Juga: