Menteri Luar Negeri Hungaria Peter Szijjarto mengungkapkan negaranya akan tetap mengimpor minyak dan gas dari Rusia. Hungaria menyetujui skema pembayaran yang diberlakukan Rusia yakni dengan mata uang rubel.

"Sebanyak 85 persen pasokan gas kami berasal dari Rusia dan 65 persen pasokan minyak kami berasal dari Rusia. Mengapa? Karena ini ditentukan oleh infrastruktur," kata Szijjarto, dikutip dari CNN Internasional, Jumat (29/4).

Szijjarto menjelaskan, tidak ada sumber atau rute alternatif yang memungkinkan mereka untuk berhenti mengimpor energi Rusia dalam beberapa tahun ke depan.

Senada dengan hal tersebut, Menteri Kabinet Hungaria Gergely Gulyas mengatakan, Hungaria menjadi salah satu negara Uni Eropa yang paling bergantung pada energi Rusia. Negara ini juga yang paling vokal menentang perluasan sanksi Uni Eropa terhadap minyak dan gas Rusia.

"Entah kita membeli gas alam dan minyak mentah, atau tidak ada bahan bakar, tidak ada pemanas dan ekonomi terhenti," ucapnya, dikutip dari Bloomberg.

Sebelumnya, Rusia resmi menyetop aliran gas ke dua negara Eropa, yakni Polandia dan Bulgaria. Ini dikarenakan kedua negara tersebut menolak untuk membayar gas dengan rubel.

Kebijakan tersebut pemberlakukan mata uang rubel sebagai skema pembayaran menjadi balasan Rusia ke negara-negara yang memberikan sanksi imbas invasi ke Ukraina.

Di sisi lain, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan pada Rabu (27/4), Uni Eropa (UE) siap untuk menghadapi penangguhan pengiriman gas Rusia ke negara-negara anggotanya.

Perusahaan pemasok gas Rusia Gazprom sebelumnya pada Rabu mengumumkan bahwa pihaknya menghentikan sepenuhnya pengiriman gas ke Polandia dan Bulgaria, dengan alasan kedua negara anggota UE tersebut "gagal membayar dalam rubel".

Dalam sebuah pernyataan menanggapi pengumuman Gazprom, von der Leyen menyebut langkah itu sebagai "upaya lain oleh Rusia untuk menggunakan gas sebagai alat pemerasan" dalam konteks konflik Rusia-Ukraina.

"Kami telah berupaya untuk memastikan pengiriman alternatif dan tingkat penyimpanan yang paling memungkinkan di seluruh UE," dan kelompok koordinasi pasokan gas bertemu guna memetakan respons UE yang terkoordinasi, kata von der Leyen, dikutip dari Antara.

Baca Juga: