JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berpotensi melemah lanjutan, hari ini (10/10). Sentimen terhadap rupiah diperkirakan masih berasal dari penurunan cadangan devisa Indonesia dan menurunnya ketidakpastian terkait arah suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Fed.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah dalam perdagangan di pasar uang antarbank, Selasa (10/10), bergerak secara fluktuatif meskipun kemungkinan besar akan kembali melemah di kisaran 15.680- 15.760 rupiah per dollar AS.

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dalam penutupan perdagangan, Senin (9/10), ditutup melemah sebesar 79 poin atau 0,51 persen dari akhir pekan lalu menjadi 15.692 rupiah per dollar AS.

Ibrahim Assuaibi menyatakan rupiah mengalami pelemahan setelah Hamas di Palestina melakukan perlawanan terhadap Israel. "Serangan mendadak terhadap Israel (menjadi yang) paling mematikan selama 50 tahun (terakhir)," ujar dia dalam keterangan tertulis, Jakarta, kemarin.

Sentimen hindar risiko karena Hamas melawan Israel menguatkan dollar Amerika Serikat (AS). Pasar mengantisipasi kemungkinan konflik ini meluas, sehingga dollar AS yang menjadi aset aman berpotensi menguat.

Selain itu, pelemahan rupiah turut dipengaruhi data tenaga kerja AS Non Farm Payrolls (NFP) pada September 2023 lebih tinggi dibandingkan perkiraan, yakni 336 ribu dari ekspektasi 171 ribu. Hal ini menunjukkan jumlah orang yang dipekerjakan di luar sektor pertanian dan pemerintahan untuk September 2023 mengalami peningkatan terbesar dalam delapan bulan terakhir.

"Indikasi pasar tenaga kerja yang masih ketat akan membuat fokus lebih besar pada rilis data inflasi konsumen bulan September minggu ini, mengingat angka inflasi yang tinggi dapat memperkuat pesan The Fed bahwa suku bunga harus tetap lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama," ucap Ibrahim.

Kepala ekonom JPMorgan Chase AS Michael Feroli mengatakan pada hari Jumat (6/10) bahwa laporan pekerjaan yang lebih tinggi dari perkiraan tidak akan mengubah keputusan Federal Reserve untuk menghentikan kenaikan suku bunga pada November 2023. Namun, data peningkatan inflasi yang mengejutkan dapat menjadi faktor yang mendorong bank sentral untuk menaikkan suku bunga.

Baca Juga: