Kusta telah ada pada sebagian besar terjemahan Alkitab sejak Septuaginta terjemahan Alkitab Ibrani, namun apa yang disampaikan cukup membingungkan.

Kusta telah ada pada sebagian besar terjemahan Alkitab sejak Septuaginta terjemahan Alkitab Ibrani, namun apa yang disampaikan cukup membingungkan. Catatan tertua mengenai penyakit kusta yang asli ada di kitab suci Weda. Nama kustha berfokus pada penyakit tersebut. Pada masa ringkasan Susruta Samhita menetapkan minyak chaulmoogra sebagai obatnya. Teks yang disebut ini kemungkinan berasal dari berasal dari tahun 600 SM.

Catatan dari Sri Lanka menggambarkan nenek moyang kerajaan Buddha Gautama yang terjangkit penyakit kusta, melarikan diri ke hutan belantara, dan menyembuhkan diri mereka sendiri menggunakan obat herbal sekitar 700 SM. Tetapi teks yang menerangkannya berasal dari abad ke-5 atau setelahnya.

Sedangkan dalam tulisannya pada abad ke-5 SM, Herodotus menyebutkan praktik Persia yang menghindari penderita kusta. Kerajaan di sana mendeportasi orang asing sebagai bagian dari diskusi tentang kebiasaan khas daerah tersebut.

Ia melaporkan bahwa mereka menganggap kondisi tersebut disebabkan oleh pelanggaran terhadap Dewa Matahari. Para dokter Yunani dan Romawi kuno menganggap bahwa elephantiasis telah dibawa ke wilayah mereka masing-masing oleh pasukan Alexander dan Pompeii.

Model Penyegelan dan Investigasi yang ditulis antara tahun 266 dan 246 SM di Negara Qin adalah teks Tiongkok paling awal yang menjelaskan gejala penyakit kusta. Saat ini penyakit ini disebut dengan istilah generik dengan kata li yang digunakan untuk berbagai kelainan kulit.

Beberapa sejarawan menduga bahwa para dokter pada masa itu tidak mampu membedakan kusta dari penyakit lain seperti sifilis.

Namun demikian, analisis terhadap jenazah manusia di kuburan koloni penderita kusta menunjukkan bahwa sebagian besar orang menderita penyakit kusta dalam bentuk lanjut yang dianggap sebagai kusta oleh dokter modern.

Berdasarkan analisa DNA telah diterapkan pada asal usul dan sejarah penyakit kusta. Para ahli genetika pada 2005 menggunakan genomik komparatif untuk mempelajari aspek-aspek ini, termasuk jalur penyebaran penyakit ke seluruh dunia.

Para peneliti menyimpulkan bahwa penyakit kusta berasal dari Afrika timur atau Timur Dekat dan berpindah bersama manusia melalui jalur migrasi mereka, termasuk melalui perdagangan barang dan budak. Keempat strain M leprae berbasis di wilayah geografis tertentu dimana masing-masing strain dominan terdapat.

Para peneliti lalu membuat peta yang menunjukkan penyebaran kusta oleh strain tersebut. Penyakit ini jelas menyertai manusia sepanjang jalur migrasi, kolonisasi, dan perdagangan budak yang dilakukan sejak zaman kuno.

Pada tahun 2009 sisa-sisa kerangka manusia dari milenium kedua SM ditemukan di Balathal, di Rajasthan, barat laut India. Studi dan analisis sisa-sisa ini didokumentasikan sebagai bukti kerangka tertua yang mengalami penyakit kusta.

Para ahli yang mempelajari sisa-sisa ini berpendapat bahwa, jika penyakit ini bermigrasi dari Afrika ke India pada milenium ketiga SM. Pada saat terdapat interaksi substansial antara Peradaban Indus, Mesopotamia, dan Mesir, maka diperlukan adanya tambahan kerangka dan tulang.

Bukti molekuler penyakit kusta di India dan Afrika sehingga dapat memastikan asal usul penyakit ini di Afrika. Bukti penyakit ini kemudian dikonfirmasi pada sisa-sisa kerangka manusia dari situs arkeologi Harappa di Pakistan.

Penyakit kusta sudah ada di pusat perkotaan peradaban Lembah Indus sebelum tahun 2000 SM. Hal ini semakin mendukung hipotesis bahwa penyakit ini bermigrasi ke sini sebagai bagian dari lingkup interaksi milenium ketiga SM sebuah jaringan pertukaran perdagangan yang membentang di Laut Arab.hay/I-1

Baca Juga: