Presiden Joko Widodo memilih dan melantik tujuh Staf Khusus (Stafsus) Presiden dari kalangan milenial pada 21 November 2019. Ketujuh Stafsus tersebut adalah Adamas Belva Syah Devara, Putri Indahsari Tanjung, Andi Taufan Garuda Putra, Ayu Kartika Dewi, Gracia Billy Mambrasar, Angkie Yudistia, dan Aminuddin Ma’ruf.
Namun, dalam perjalanannya kurang lebih lima bulan ini, muncul berbagai polemik yang berasal dari beberapa Stafsus. Staf Khusus Presiden, Andi Taufan Garuda Putra, menggunakan kop surat Sekretariat Kabinet untuk kepentingan kerja sama perusahaannya, PT Amartha Mikro Fintek, sebagai relawan virus Covid-19. Surat itu dikirimkan ke camat di seluruh Indonesia.
Yang terbaru, soal keterlibatan perusahaan dari salah seorang Stafsus yakni Ruangguru milik Adamas Belva Syah Devara ikut serta dalam program pemerintah yakni Kartu Prakerja. Terkait ini, Belva akhirnya mengundurkan diri dari jabatan Stafsus.
Sebenarnya seperti apa keberadaan Stafsus Milenial ini? Koran Jakarta mewawancarai pengamat komunikasi politik Universitas Indonesia, Ari Junaidi, Rabu (22/4). Berikut petikannya.
Bagaimana tanggapan Anda mengenai keberadaan Staf Khusus Milenial?
Keberadaan dan tindakan Staf Khusus ini sering melebihi porsi tugasnya, terbukti seorang Staf Khusus bisa mengeluarkan surat hingga ke camat-camat. Entah sudah berapa ratus atau ribu camat yang sudah mendapat surat "abal-abal" ini.
Seberapa penting keberadaan Staf Khusus Milenial ini?
Dengan keberadaan Menteri Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Kantor Staf Kepresidenan, serta Dewan Pertimbangan Presiden, keberadaan Staf Khusus Milenial sangat tidak diperlukan. Selain pemborosan keuangan negara, seharusnya Presiden lebih mendayagunakan staf yang ada.
Apa yang harus dilakukan Stafsus Milenial dalam pemerintahan Jokowi
Untuk mendengar aspirasi milenial, tidak harus Jokowi membentuk Staf Khusus Milenial. Sejak awal diumumkan Staf Khusus Milenial, saya tidak melihat urgensinya. Jadi menurut saya, bubarkan saja keberadaan Staf Khusus Milenial. Selain pemborosan dan tidak ada gunanya, Presiden harusnya bisa ikut berhemat di situasi negara sedang dirundung pandemi Covid-19. Belum ada kata terlambat.
Apakah dulu pernah ada jabatan Staf Khusus Milenial?
Dulu di rezim Soeharto, keberadaan asisten pribadi seperti Soedjono Humardani dan Ali Moertopo akhirnya dibubarkan karena desakan publik dan terjadinya gesekan pribadi sesama Aspri. Di era sekarang, staf khusus milenial justru berpotensi terjadinya benturan kepentingan antara bisnis pribadi dengan posisi orang dekat presiden yang disandangnya.
Bagaimana tanggapan Anda tentang sikap Staf Khusus Milenial Belva, yang memilih mundur?
Pilihan mundur dari Belva sudah tepat dan ikut "menyelamatkan" muka Presiden Jokowi dari tudingan tidak sedap yakni memanfaatkan posisi kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Walau saya anggap terlambat, namun saya memberi apresiasi positif atas pilihan mundur dari Belva. Berjuang untuk Merah Putih tidak harus berada di lingkungan Istana, tetapi berkiprah nyata di masyarakat.
Sampai saat ini, apakah keberadaan Staf Khusus sudah cukup membantu dalam menjabarkan keinginan dari Presiden?
Agar mengantisipasi penyalahgunaan kedudukan, para staf khusus dan menjaga muruah Istana dan public distrust, sebaiknya seluruh Staf Khusus Milenial mengundurkan diri saja atau Presiden Jokowi membubarkan saja Staf Khusus Milenial ini. muhammad umar fadloli/P-4