JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan risiko yang berdampak pada gangguan atau ancaman ketahanan nasional termasuk ke industri jasa keuangan dapat terjadi dari mana saja.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, dalam webinar bertajuk "Memperkuat Ketahanan Nasional di Industri Jasa Keuangan" di Jakarta, Senin (22/5), mencontohkan kegagalan satu bank berskala menengah di Amerika Serikat (AS) yang bisa membawa potensi dampak sistemik apabila tidak ditangani baik.

Menurut Mahendra, risiko berlanjut dari peningkatan suku bunga, inflasi, dan pemberian kredit berlebihan ke satu sektor akan berimbas pada ekonomi dan keuangan. Perkembangan di tingkat regional dan global saat ini, di mana sedang terjadi persaingan geopolitik dan risiko terjadinya stagflasi di negara-negara maju.

Selain itu, terjadinya kompetisi yang semakin berat dalam merebut rantai pasok industri strategis seperti semikonduktor untuk teknologi Artificial intelligence (AI) maupun teknologi electric vehicle, serta risiko dari peningkatan suku bunga di berbagai negara maju terutama AS.

Kejadian paling terkini adalah risiko kemungkinan tidak tercapai kesepakatan antara pihak pemerintah dan Kongres AS berkaitan dengan batas atas utang yang harus dipenuhi oleh kebijakan fiskal Negeri Paman Sam.

"Apakah itu risiko persaingan geopolitik, risiko terhadap keamanan dunia, risiko perang di Ukraina juga terlihat potensi dampak kemungkinannya dan pengaruhnya kepada industri jasa keuangan global," kata Mahendra.

Dengan kemampuan memahami berbagai perkembangan di dalam negeri, regional, dan global dengan pisau analisis yang merepresentasikan berbagai disiplin dan ilmu maupun pemahaman dan pengetahuan lengkap akan sangat membantu dalam mengambil keputusan, menganalisis situasi terhadap berbagai hal yang dapat mengganggu ketahanan nasional, terutama industri jasa keuangan.

Tidak Produktif

Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Awan Santosa, yang diminta pendapatnya mengatakan Ketua Dekom OJK sebenarnya sudah menyampaikan kalau pemberian kredit yang berlebihan pada satu sektor sangat berisiko. Sebab itu, OJK kata Awan, seharusnya merealokasi pembiayaan ke sektor properti yang berpotensi menimbulkan bubble (gelembung) dalam perekonomian.

Begitu pula, kredit-kredit yang disalurkan ke para konglomerat yang merupakan kroni yang selama ini banyak bermain untuk impor komoditas termasuk pangan. Kredit ke properti dan pembiayaan impor itu sangat tidak produktif, seharusnya dialihkan ke sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di perdesaan yang menjadi kontributor terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

"Prinsipnya, investasi dan kredit mesti didistribusikan secara merata untuk mengurangi risiko yang terlalu besar jika terfokus/terkonsentrasi pada satu sektor saja, apalagi sektor properti," kata Awan.

Baca Juga: