JAKARTA - Pernyataan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan pentingnya melidungi produk lokal terutama Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dari serbuan produk impor harus segera ditindaklanjuti.

Pakar kebijakan publik dari Universitas Airlangga, Gitadi Tegas, yang diminta pendapatnya dari Jakarta, Minggu (2/6), mengatakan UMKM merupakan jaring pengaman saat krisis ekonomi terjadi sehingga pemerintah perlu memperhatikan keberadaannya dengan memberikan subsidi sebagai dukungan untuk menghadapi produk-produk impor.

"Pemerintah juga bisa mensubsidi produk-produk UMKM agar bisa bersaing dengan produk impor. Membelinya, dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan warga sendiri. Misalnya, produk pangan dibeli pemerintah dan diberi pendampingan untuk mengatasi problem stunting lewat posyandu atau kreasi ekonomi lainnya," kata Gitadi.

Pada kesempatan berbeda, Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti, mengatakan kalau industri UMKM itu persaingannya belum monopoli atau oligopoli, tetapi harus dibantu agar naik kelas. "Pemerintah saat ini seharusnya mendukung UMKM naik kelas dari UMKM maker menjadi UMKM global player," kata Esther.

UMKM, terangnya, perlu dilindungi dan diberi ruang lebih untuk UMKM di pasar offline atau pasar online seperti platform digital. Sebab itu, sebaiknya ada ruang bagi UMKM contoh di platform e-commerce minimal 20 persen dipenuhi produk lokal dari UMKM.

Bangun Kesiangan

Pada kesempatan terpisah, pengamat ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Achmad Maruf, mengatakan KPPU jangan seperti bangun kesiangan jika saat ini baru mengatakan berusaha melindungi UMKM dan industri lokal dari maraknya produk impor. Sebab, saat ini sudah banyak korban pusat industri UMKM maupun besar yang gulung tikar akibat barang-barang impor.

Maruf mencontohkan pusat kerajinan sepatu di Mojokerto, Jawa Timur, atau pusat industri kulit di Manding, Bantul, hari ini hanya jadi reseller dari produk-produk impor.

"Jadi, kalau statement begitu hari ini ya namanya bangun kesiangan, terlambat sadar. UMKM sekarang bukan craftman lagi, tapi pedagang bahkan reseller saja," kata Maruf.

UMKM sudah bertahun-tahun dibenturkan dengan produk-produk impor yang tidak fair karena negara eksportir tersebut mendukung habis-habisan industri dalam negerinya. Pemerintah Tiongkok memegang HAKI banyak produk, mass industry didukung dengan bahan baku yang sangat murah. "Thailand saja industri jersey KW disikat habis sama Tiongkok karena pemerintah Tiongkok mendukung dengan support jutaan meter kain per klub bola sehingga harga jualnya sudah tidak bisa disaingi oleh Thailand, apalagi RI," kata Maruf.

Hal yang sama terjadi di e-commerce hari ini yang dipenuhi oleh barang-barang impor dan masyarakat hanya jadi reseller. Meski, banyak juga UMKM produksi yang sukses memanfaatkan teknologi live di e-commerce.

Artinya, bukan zamannya lagi menolak teknologi semacam platform jual beli e-commerce atau medsos seperti Shopee, Tokopedia, dan TikTok. Yang diperlukan adalah dukungan nyata pada setting industrialisasi baik industri besar domestik maupun UMKM.

Baca Juga: