JAKARTA - Ketua Panitia Khusus Papua DPD, Filep Wamafma mengatakan pemerintah pusat jangan cuci tangan atas kesalahannya sendiri dalam hal otonomi khusus (Otsus). Hingga hari ini rakyat Papua tidak percaya lagi kepada pemerintah soal Otsus Papua. Jika pemerintah ingin Otsus jilid dua atau jilid tiga yang harus diperhatikan, beri kewenangan luas kepada Pemprov dan rakyat Papua mengatur daerahnya sendiri.

"Kami sudah menerima dari stakeholder. Intinya Otsus tidak bisa dijadikan pembenaran, saya bilang pemerintah daerah tidak salah, rakyat Papua tidak salah. Saya harus membela rakyat dan pemerintah karena Undang-undang yang membuat negara RI, penyelenggara negara, kementerian terkait sebagai penyelenggara UU Otsus, Jika menyalahkan daerah jelas sangat keliru," ungkap Filep dalam Forum Webinar yang diadakan PWI Pusat, Rabu (22/7).

Menurut siaran pers yang diterima Koran Jakarta, dalam webinar yang mengambil tema Menyikapi Berakhirnya Otonomi Khusus di Provinsi Papua dan Papua Barat 2021 itu Filep mengingatkan kesalahan bukan di daerah, pemerintah daerah merasa kehilangan roh, karena sistem peraturan daerah khusus tidak ada mekanismenya.

Sementara itu, Bupat Memberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak mengakui bahwa dalam 20 tahun sejak Otsus diberlakukan, belum banyak yang diselesaikan dalam Otsus tersebut.

"Saya tidak bicara masalah uang, yang menjadi sorotan adalah pemerintah pusat tidak memberikan ruang kepada masyarakat Papua untuk menjalankan Otsus. Jika pemerintah pusat tidak memberikan, buat apa dilanjutkan. Jika mau direvisi beri ruang seluas-luasnya kepada orang Papua, karena kami yang tahu persoalan di Papua," tandas Ricky.

Sedangkan Bupati Biak Numfor, Herry Ario Naap mengaku regulasi yang ada dalam Otsus UU No 21 tahun 2021 lebih ke arah kebijakan, implemantasinya UU Pemerintahan. Sedangkan regulasi di tingkat provinsi masih sangat minim hanya satu Perda yang disetujui selama 20 tahun Otus.

"Keberpihakan kepada orang asli Papua tidak terlihat di Otsus ini, yang terlihat hanya nilai uang saja dan tidak diimbangi oleh regulasi keberpihakan kepada masyarakat Papua untuk mengolah sendiri tanah Papua," jelas Herry.

Jika nantinya Otsus dilanjutkan, yang harus diperhatikan grand design, harus jelas seperti pendidikan yang layak. "Masalah pendidikan harus merata plus tenaga pengajar yang mumpuni, bangun rumah sakit serta tersedianya tenaga kesehatan. Kami menolak Otsus jika tidak berpihak kepada masyarakat Papua untuk mengolah sendiri daerahnya. Jika regulasi kewenangan diberikan kepada orang Papua, maka kami bisa lanjutkan itu Otsus," tandas Herry.

Dalam sambutan pembukaan Webinar PWI Pusat tersebut, Menko Polhukam yang diwakili Deputy VII Bidang Koor. Kominfotur, Marsda TNI Rus Nurhadi Sutedjo, mengatakan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus ataupun bersifat istimewa yang diatur dalam undang-undang.

"Integrasi bangsa dalam wadah NKRI harus tetap dipertahankan dengan menghargai kesetaraan kehidupan sosial dan budaya masyarakat Papua melalui penetapan daerah otonomi khusus," jelas Rus Nurhadi.

Otsus dikatakan Rus Nurhadi adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua termasuk provinsi-provinsi hasil pemekaran Provinsi Papua.

"Tahun 2021 bukan kekhususan Papua yang berakhir, melainkan dana Otsus. Mengenai kelanjutan kementerian terkait sedang melakukan evaluasi dan pengkajian di bawah koordinasi Kemenko Polhukam. Presiden Joko Widodo menaruh perhatian serius untuk membangun Papua dan Papua Barat," jelasnya.

Sementara itu, mewakili Gubernur Papua, Asisten II Bidang Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat, Muhamad Musa'ad, mengatakan selama berlangsungnya otonomi khusus mulai 2002 berdampak bagi masyarakat Papua.

"Beberapa indikator pembangunan otonomi khusus memberi perubahan pembangunan di Papua. Seperti ada peningkatan laju pertumbuhan ekonomi Papua meski masih tergantung pada tambang. Berdasarkan data, pembangunan di Papua sedang terjadi tetapi pada saat bersamaan masih ada masyarakat yang hidup dalam ketidakberdayaan. Artinya kita perlu energi yang besar untuk percepatan pembangunan," katanya.

Namun demikian, diakui Muhamad Musa'ad ada sejumlah kendala yang dihadapi dalam mengimplemantasikannya, kita tahu undang-undang dirancang dalam satu Papua, sekarang sudah ada dua provinsi. UU ini harus diubah demi kepentingan masyarakat Papua.

"Ada banyak peraturan perundang-undangan yang tidak sinkron dan terkadang kontradiktif dengan undang-undang Otsus. Sudah pasti UU Otsus yang dikalahkan oleh UU lain, UU Otsus Provinsi Papua harus diberi kewenangan khusus, juga harus diperjelas karen ada kewenangan pusat," selorohnya.

Diskusi webinar yang pertamakalinya diadakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat ini diikuti seluruh Ketua PWI masing-masing provinsi dan Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin serta Sekjen PWI Pusat, Mirza Zulhadi yang didampingi Wasekjen PWI Pusat, Pro Suprapto, Wakil Bendahara PWI Pusat, Dar Edi Yoga serta masyarakat yang konsern dengan Otsus Papua.mar/N-3

Baca Juga: