Kelangkaan ketersediaan darah yang tidak sesuai dengan darah pasien menjadi permasalah dalam transfusi darah.

Kelangkaan ketersediaan darah yang tidak sesuai dengan darah pasien menjadi permasalah dalam transfusi darah. Peneliti di Universitas Cambridge pada 2022 mengumumkan terobosan baru dengan menciptakan darah yang dikembangkan di laboratorium.

Bahkan dua orang di Inggris adalah orang pertama yang menerima transfusi sel darah merah buatan tersebut. Keduanya adalah pasangan sukarelawan sehat dalam uji coba dengan nama Pemulihan dan kelangsungan hidup sel darah merah yang berasal dari sel induk (Recovery and survival of stem cell originated red cells/Restore).

Uji klinis unik yang dilakukan di Rumah Sakit Addenbrooke di Cambridge. Uji coba ini pada akhirnya akan mencakup setidaknya 10 peserta, yang masing-masing akan menerima transfusi kecil sekitar satu hingga dua sendok teh sel darah merah yang dikembangkan di laboratorium, menurut sebuah pernyataan dikutip dari Live Science.

Tujuan dari uji coba ini adalah untuk membandingkan seberapa baik sel-sel yang dikembangkan di laboratorium dapat bertahan hidup di dalam tubuh dibandingkan dengan sel darah merah standar dari donor asli.

Setiap peserta uji coba akan menerima dua transfusi kecil satu dengan sel standar dan satu lagi dengan sel buatan laboratorium dengan jarak waktu empat bulan. Urutan transfusi dalam pengujian dilakukan secara acak.

Para ilmuwan memperkirakan sel-sel yang dikembangkan di laboratorium dapat bertahan lebih lama dibandingkan sel-sel standar terutama karena transfusi darah standar mengandung sel-sel dari berbagai usia sedangkan sel-sel yang dikembangkan di laboratorium dapat dibuat segar.

"Jika uji coba kami, yang pertama di dunia, berhasil, berarti pasien yang saat ini memerlukan transfusi darah rutin jangka panjang akan memerlukan lebih sedikit transfusi di masa depan, sehingga membantu mengubah perawatan mereka," kepala peneliti Dr Cedric Ghevaert, seorang peneliti profesor kedokteran transfusi dan konsultan hematologi di Universitas Cambridge dan Layanan Kesehatan Nasional Darah dan Transplantasi (NHSBT).

Orang yang memerlukan transfusi darah secara teratur, seperti penderita anemia sel sabit, menghadapi risiko "kelebihan zat besi." Jika kelebihan zat besi menumpuk di dalam tubuh dan merusak organ, menurut database medis StatPearls. Selain itu, pasien yang menerima transfusi berulang juga dapat mengembangkan antibodi yang menargetkan protein atau antigen tertentu pada permukaan sel darah merah.

Antigen ini membedakan golongan darah yang berbeda, termasuk golongan utama - A, B, AB, dan O - dan golongan kecil yang kurang dikenal. Olah kerenanya sulit untuk mencocokkan antara donor dan penerima darah.

Ketika pasien transfusi mengembangkan antibodi terhadap golongan darah tertentu, hal ini menempatkan mereka pada risiko reaksi kekebalan yang mengancam jiwa. Oleh sebab itu perlu membatasi jenis darah yang dapat mereka terima di masa depan, menurut laporan tahun 2018 di jurnal Blood.

"Penelitian terkemuka dunia ini meletakkan dasar bagi pembuatan sel darah merah yang dapat digunakan dengan aman untuk mentransfusikan orang dengan kelainan seperti sel sabit," ujar Dr Farrukh Shah, Direktur Medis Transfusi untuk NHSBT, mengatakan dalam pernyataannya. Idealnya, pekerjaan ini tidak hanya akan mengurangi jumlah transfusi yang dibutuhkan pasien, namun juga memungkinkan peneliti medis untuk menumbuhkan sel darah langka di laboratorium. hay/I-1

Baca Juga: