Judul : Sepoer Oeap di Djawa Tempo Doeloe
Penulis : Olivier Johannes Raap
Cetakan : I, Juli 2017
Tebal : xx + 271 halaman
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
ISBN : 978-602-424-369-2
Pada mulanya gambar, baru kemudian menjadi tulisan. Olivier Johannes Raap menulis buku Sepoer Oeap di Djawa Tempo Doeloe (2017) berdasarkan gambar-gambar kereta uap, stasiun, jalur kereta, dan banyak hal lainnya di kartu pos. Olivier menyebut, sepur banyak terdokumentasikan dalam medium kartu pos yang berukuran sekitar 9 x 14 sentimeter. Di Indonesia, kartu pos sudah beredar sejak 1874. Sebenarnya saat itu kamera dan foto berwarna sudah ditemukan, namun kartu pos di Indonesia-Hindia Belanda pada waktu itu-masih berupa lembaran kosong. Kartu pos bergambar baru mulai beredar pada 1890an.
Kartu pos-kartu pos bergambar itulah yang menjadi sumber penulisan buku Sepoer Oeap di Djawa Tempo Doeloe. Olivier menegaskan dalam pengantarnya (hlm. xx): "Buku ini tidak berisi tulisan yang dihiasi gambar, tetapi sebaliknya, sejarah diceritakan oleh gambar-gambar yang diiringi narasi penjelasan informatif." Pernyataan ini resmi dan sah. Pembaca buku Olivier tak boleh kecewa atau senewen kalau kurang kenyang dengan suguhan narasi sejarah sepur uap di buku mahal ini. Sejarah di buku ini sangat bergantung pada gambar yang tampil. Alih-alih membahas secara mendalam sejarah panjang perkeretaapian di Hindia Belanda yang telah menelan banyak korban nyawa, Olivier justru memosisikan diri sebagai pramuwisata untuk memberi sedikit penjelasan pada gambar yang terlihat. Penjelasan Olivier terasa hanya di permukaan saja.
Di halaman awal, pembaca disuguhi gambar "Stasiun Semarang NIS lama". NIS itu inisial pemilik dan pembangun stasiun, singkatan dari Nederlandsch-Indische Spoorwegmaatschappij yang berarti Perusahaan Kereta Api Hindia Belanda. Tanda itu juga berguna untuk membedakan stasiun itu dengan stasiun lain di Semarang yang dibangun pada akhir abad XIX oleh beda perusahaan. Stasiun Semarang NIS lama adalah stasiun kereta api pertama di Indonesia. Ia dibangun pada 1864-1867. Dalam foto kartu pos terbitan A. Bisschop Semarang Cheribon itu tampak beberapa dokar tengah menunggu calon penumpang di depan stasiun. Gambar menunjukkan jika stasiun ini aktif meski letaknya kurang strategis dari pusat kota dan sering dilanda banjir.
Lokasi stasiun yang dekat dengan pelabuhan penting untuk mendukung pengerukan hasil perkebunan dan industri dari kawasan Solo-Jogja yang melimpah. Pengadaan sarana transportasi semasa kolonial Belanda selalu berdalih keuntungan ekonomi bagi penjajah. Pelbagai derita dialami penduduk Indonesia lewat kebijakan tanam paksa ataupun kerja paksa.
Namun kereta api tak juga mau berhenti bekerja mengangkut gula-gula dari daerah pedalaman ke pelabuhan. Bahkan, pembangunan jalur kereta api pun semakin marak di pelbagai daerah, baik oleh perusahaan negara maupun swasta.
Di halaman 106, Olivier memberi penjelasan atas gambar yang diberi judul "Pembangunan jalur rel". Simaklah: "Penduduk Bandung dengan antusiasme yang tinggi menantikan penyelesaian jalur baru yang menghubungkan Paris-nya Jawa itu dengan Batavia." Penduduk Bandung yang dimaksud Olivier tentu saja berasal dari golongan bangsawan dan orang-orang Belanda yang tinggal di Bandung.
Pembaca pun boleh menyangsikan pernyataan tersebut. Pasalnya, pembangunan jalur rel di Hindia Belanda telah memakan banyak korban nyawa. Lelaki-lelaki dipisahkan dari anak dan istrinya. Keluarga-keluarga kalang kabut mencukupi kebutuhan hidupnya. Olivier di buku Sepoer Oeap di Djawa Tempo Doeloe yang dicap sebagai "buku sejarah", tak kuasa menyajikan sisi-sisi kemanusiaan, kekerasan, kekejaman, diskriminasi kelas sosial di balik gambar-gambar jalur rel, stasiun, halte, jembatan, dan lainnya.
Seakan-akan sejarah sepur uap itu hanya sejarah benda dan bangunan yang jatuh dari langit, tanpa sentuhan-sentuhan para kuli, pekerja paksa.
Buku Sepoer Oeap di Djawa Tempo Doeloe merupakan buku keempat Olivier setelah Pekerdja di Djawa Tempo Doeloe, Soeka Doeka di Djawa Tempo Doeloe, dan Kota di Djawa Tempo Doeloe yang semuanya ditulis berdasarkan gambar-gambar pada kartu pos. Buku ini tampaknya lebih tepat disebut katalog kartu pos bergambar sarana-prasarana sepur uap di Jawa ketimbang buku sejarah. Tapi, sekali lagi, pembaca tak boleh senewen atau kecewa lantaran sejak awal Olivier sudah menyatakan bahwa sejarah sepur uap di buku ini diceritakan oleh gambar-gambar. Lihatlah gambarnya dan kita akan paham sejarah. Masa sih?
Peresensi, Hanputro Widyono, pegiata buku dan aktivis sosial