JAKARTA - Dalam satu pekan ini setidaknya sudah ada tiga peristiwa bentrokan antar oknum anggota Polri dan TNI dan antar oknum anggota mantra yang membuat miris publik. Tiga bentrokan tersebut yakni, AD vs Polri di Ambon dan Papua. Sementara di Batam juga terjadi bentrokan antara AD vs Marinir. Beruntung ketiga bentrokan tersebut berujung damai di antara mereka.

Pengamat militer dan pertahanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menegaskan, yang pasti bentrokan antar oknum aparat keamanan bisa berdampak buruk bagi kinerja mereka, baik dalam penegakan kedaulatan, penegakan keamanan dan ketertiban masyarakat, maupun penegakan hukum. Oleh karena itu bentrokan di antara mereka harusnya dihindari.

"Benturan antar kesatuan, baik sesama TNI, sesama Polri maupun antara TNI dengan Polri memang selalu potensial terjadi, apalagi di daerah konflik," ujar Khairul di Jakarta, Selasa (30/11).

Ia menyebut, ada beberapa hal yang membuat bentrokan di antara oknum kerap terjadi. Selain karena tingkat stres yang jelas lebih tinggi, juga harus mengakui bahwa para prajurit, baik TNI maupun Polri memang dicetak untuk bermental juara. Oleh karena itu kesalahan dan kekalahan adalah hal yang dianggap sangat memalukan.

"Kemudian harus disoroti juga adanya kesenjangan antara konstruksi realitas digital dengan realitas sosial," jelasnya

Di ruang digital, sambung Khairul, tampak ada sinergitas yang baik ditampilkan pimpinan TNI dan Polri melalui beragam event dan momen seremonial. Namun kenyataannya, persoalan kecil saja ternyata sudah bisa memicu perkelahian bahkan kontak senjata yang bukan saja membahayakan para prajurit itu sendiri namun juga dapat mengancam keselamatan warga masyarakat.

"Ini penyakit kambuhan. Berulang terus dan tidak pernah diobati dengan baik. Padahal kalaupun tidak bisa disembuhkan, setidaknya ada komitmen bersama untuk membenahi internal masing-masing," tandasnya.

Khairul mengungkapkan, bentrokan di antara mereka pemicunya ada di dalam rumah. Seperti egosektoral, superioritas, kebanggaan dan jiwa korsa yang dipompa berlebihan, yang kemudian berekses rendahnya penghormatan dan hadirnya ketidaksukaan pada pihak lain.

Di sisi lain, masing-masing pihak juga perlu introspeksi diri, terutama terkait kepercayaan publik. Polri misalnya, sebagai institusi yang memiliki fungsi pelayanan publik harus terus memperbaiki diri untuk meningkatkan dukungan publik dengan meminimalisir praktik buruk dalam kerja-kerja pelayanan publik dan penegakan hukum yang dilakukan.

Khairul mengatakan, meski TNI (AD, AL dan AU), memiliki tingkat kepercayaan yang lebih baik, sebagai institusi yang mestinya tidak banyak terlibat langsung dalam urusan-urusan publik. Oleh karena itu prajurit TNI harus bisa mengendalikan diri dari keterlibatan berlebihan dan tidak menonjolkan superioritasnya.

"Kuncinya ada pada pembenahan integritas moral dan praktik-praktik kepemimpinan terutama bagi para pimpinan/perwira di lapangan.Merekalah yang mestinya paling dulu menerapkan kedisiplinan, kepatuhan dan kesadaran untuk tidak melakukan tindakan yang memalukan dan merusak nama baik korps, dan ini akan menjadi teladan bagi para personel di bawahnya" paparnya.

Sangat Memalukan

Pengamat politik dari Universitas 17 Agustus 45 (Untag), Jakarta, Fernando Ersento Maraden Sitorus mengatakan, bentrok antar oknum anggota TNI dengan oknum anggota Polri atau antar oknum anggota TNI dengan oknum anggota TNI disebabkan dalam seleksi perekrutan kurang ketat khususnya dalam tes psikologi.

Oleh karena itu perlu dilakukan pembinaan secara berkala terhadap para anggota TNI dan anggota Polri pada tingkat Tamtama dan Bintara agar bisa terdeteksi secara dini terhadap anggota yang perlu pembinaan khusus. Oleh karena itu bentrokan antara anggota TNI dengan anggota Polri dilakukan oleh oknum-oknum dari dua institusi tersebut yang sangat memalukan dan merusak nama institusi.

"Sangat disayangkan masih saja terjadi bentrok antara oknum TNI dan Polri mauoun antara oknum TNI dengan TNI yang merupakan sama-sama alat negara yang seharusnya bertugas menjaga pertahanan dan keamanan di seluruh wilayah Indonesia," paparnya.

Direktur Rumah Politik (RoI) Indonesia ini menuturkan, Jenderal Andika Perkasa sebagai Panglima TNI yang baru saja dilantik sedang diuji kemampuannya untuk mengambil tindakan dan keputusan yang tepat.Bentrokan antara matra ini juga merupakan test kepemimpinan Jenderal Andika yang juga merupakan kandidat Capres pilihan di 2024.

Fernando meminta agar seluruh anggota TNI dan anggota Polri untuk tidak lagi memiliki jiwa korsa hanya untuk kesatuan atau institusinya saja tetapi harus menanamkan jiwa korsa dalam kesatuan Indonesia. "Jangan sampai terjadi lagi ada oknum anggota TNI maupun oknum anggota Polri yang mengganggu stabilitas keamanan yang seharusnya mereka jaga," jelasnya.

Panglima TNI, sambung Fernando, harus melakukan tindakan yang tegas terhadap anggotanya yang menyimpang. Bila perlu Panglima TNI lakukan pemecatan terhadap oknum anggotanya yang sudah mencoreng nama baik institusi. Tindakan tegas itu agar jangan sampai oknum-oknum gampang melakukan tindakan yang menyimpang dari tugasnya.

Pada kesempatan Kapuspen TNI Mayjen TNI Prantara Santosa menyatakan, Pusat Polisi Militer TNI bersama-sama dengan Pusat Polisi Militer TNI AD atau Angkatan terkait sedang melakukan proses hukum terhadap semua oknum anggota TNI yang terlibat dalam dugaan tindak pidana tersebut.

"TNI juga sudah melakukan koordinasi dengan Polri untuk melakukan proses hukum terhadap oknum anggota Polri yang terlibat dalam dugaan tindak pidana tersebut," tutupnya.

Baca Juga: