MALANG - Dalam rangka memperingati Hari Lahir Pancasila, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Malang Raya menggelar simposium kebangsaan dan sosialisasi 4 Pilar yang bertajuk Menggali Kembali Pancasila Kita.

Menurut siaran persnya yang diterima Koran Jakarta, Kamis (13/6), simposium yang dilaksanakan di Malang ini dihadiri sekitar 100 peserta dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, dosen, hingga aktivis masyarakat untuk mengingatkan kembali bahwa Pancasila bukan sekadar simbol atau dokumen sejarah.

Pancasila adalah jantung dari identitas Indonesia sebagai bangsa. Di tengah tantangan globalisasi dan perubahan sosial yang cepat, pemahaman yang kokoh tentang Pancasila sangat diperlukan untuk menjaga integritas dan kesatuan bangsa.

Oleh karena hal tersebut, acara ini bertujuan menanamkan kembali nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda serta memperkuat semangat kebangsaan di tengah arus globalisasi dan dinamika zaman. Simposium ini menghadirkan Antonius Benny Susetyo, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), sebagai pembicara.

Benny Susetyo mengawali sesi dengan paparan mendalam mengenai sejarah penggalian nilai-nilai kehidupan dan budaya bangsa Indonesia yang terwujud dalam Pancasila.

Ia mengungkapkan proses penggalian nilai-nilai ini bukanlah sesuatu yang instan, melainkan melalui refleksi panjang terhadap keberagaman budaya dan kearifan lokal yang ada di Indonesia.

"Pancasila lahir dari pemikiran mendalam para founding fathers kita yang mencoba menggali budaya dan nilai yang ada di Nusantara. Dengan demikian, Pancasila adalah hasil dari proses kristalisasi nilai-nilai luhur yang ada di masyarakat Indonesia," jelas Benny.

Benny menambahkan Pancasila sebagai ideologi negara pertama kali diperkenalkan oleh Soekarno pada 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila mencerminkan semangat gotong royong, toleransi, dan kebersamaan yang telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia.

Pancasila telah teruji menghadapi berbagai ancaman baik dari luar maupun dari dalam negeri. Ia mengungkapkan sepanjang sejarah, Pancasila telah menghadapi berbagai tantangan, mulai dari ancaman ideologi asing hingga upaya memecah belah kesatuan bangsa.

Benny mencontohkan, pada masa Orde Lama dan Orde Baru, Indonesia menghadapi ancaman ideologi barat dan timur yang mencoba mempengaruhi arah kebijakan negara. Namun, berkat keteguhan dalam mempertahankan Pancasila, bangsa ini mampu melewati masa-masa sulit tersebut dengan tetap menjaga persatuan dan kesatuan.

Dia juga menyinggung ancaman kontemporer seperti hilangnya etika dalam berkehidupan dalam masyarakat, selain ancaman yang lain seperti radikalisme dan terorisme. Ancaman-ancaman tersebut kerap tidak hanya mencoba merongrong ideologi negara namun juga nilai-nilai berkehidupan yang merupakan jiwa pancasila.

Menurutnya, Pancasila menjadi benteng utama dalam menghadapi ancaman-ancaman ini karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya mampu menyatakan kebenaran yang benar-benar kebenaran, bukan sekadar kompromi sosial dan politik. Pancasila juga mampu menyatukan berbagai perbedaan dan mendorong toleransi serta perdamaian.

Karena hal di atas, Benny menegaskan Pancasila tidak hanya relevan untuk masa lalu dan masa kini, tetapi juga sangat penting sebagai bekal utama bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan zaman di masa depan.

Ia menekankan tantangan globalisasi, perkembangan teknologi, dan dinamika sosial-ekonomi memerlukan landasan ideologi yang kuat dan adaptif.

"Di era digital dan globalisasi ini, kita di hadapkan pada berbagai tantangan baru seperti pergeseran nilai dan etika dalam masyarakat, ketimpangan sosial, perubahan iklim, dan disrupsi teknologi. Pancasila memberikan kita kerangka dan panduan untuk menghadapi semua itu dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sejalan dengan kata-kata Bung Karno bahwa Pancasila adalah bintang penuntun Bangsa yang bergerak dinamis," tutur Benny.

Lebih lanjut pakar komunikasi politik tersebut menyatakan Indonesia harus bisa memastikan nilai-nilai Pancasila yang merupakan bekal Indonesia menuju masa depan agar tetap relevan dan diterapkan oleh generasi muda di tengah derasnya arus informasi dan pengaruh budaya asing.

Upaya tersebut dapat dilaksanakan dengan memasukkan nilai-nilai Pancasila dalam kurikulum pendidikan sejak dini. Selain itu, peran keluarga dan lingkungan masyarakat sangat krusial dalam menanamkan nilai-nilai ini. "Kita harus menjadi teladan dalam kehidupan sehari-hari dan menciptakan ruang bagi diskusi yang konstruktif tentang pentingnya Pancasila," tandasnya.

Lebih lanjut Benny berharap semangat Pancasila semakin mengakar dalam diri setiap warga negara Indonesia.

"Kita sebagai warga negara Indonesia hendaknya bersama-sama menjaga dan mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila demi masa depan bangsa yang lebih baik. Dengan semangat gotong royong dan kebersamaan, Pancasila diharapkan dapat terus menjadi pedoman dalam setiap langkah dan kebijakan yang diambil oleh bangsa ini, dan tidak hanya menjadi ideologi yang hidup, namun juga dapat bekerja nyata dalam seluruh proses kehidupan bermasyarakat," katanya.

Benny menutup paparannya dengan menyatakan sosialisasi nilai-nilai Pancasila, terutama kepada generasi muda, merupakan investasi penting untuk memastikan nilai-nilai luhur bangsa tidak saja tetap hidup dan relevan di masa depan namun juga dapat menjadi dasar etika dalam bergerak, bertingkah laku dan membuat kebijakan bagi seluruh warga negara Indonesia, baik masyarakat maupun pemerintah.

"Semoga semangat Pancasila terus berkobar di hati setiap warga negara Indonesia, menjadikan bangsa ini kuat, tangguh, dan siap menghadapi segala tantangan zaman," kata Benny.

Baca Juga: