NEW DELHI - Migrasi menjadi strategi bertahan hidup bagi banyak komunitas di India, terutama ketika menghadapi bencana alam, krisis ekonomi, atau cuaca ekstrem. Menurut studi oleh International Institute for Environment and Development (IIED), mereka berpotensi terjebak dalam perdagangan manusia atau dieksploitasi.

"Bencana lamban seperti kekeringan terutama banyak memakan korban. Seperti racun tak berbau atau berasa yang menyebar di penjuru desa, fenomena ini akan dibiarkan dan diabaikan, yang memudahkan pelaku perdagangan manusia," kata Ritu Bharadwaj, peneliti senor IIED, baru-baru ini.

Laporan IIED menyimpulkan 2020 sebagai tahun paling ekstrem, ketika ragam bencana iklim menimpa hampir 20 juta penduduk. Saat itu, India dilanda hama belalang terparah sejak beberapa dekade, tiga bencana siklon, gelombang panas, dan banjir yang membunuh ratusan penduduk.

Menggunakan data dari Pusat Pemantauan Pengungsi Internal, studi IIED mencatat sebanyak 3,9 juta penduduk mengungsi akibat bencana iklim sepanjang 2020."Sekitar 2,3 juta orang diperkirakan bakal terusir setiap tahun akibat bencana dadakan," tulis para peneliti.

Tahun ini, India sudah diterpa gelombang panas mematikan, di mana suhu udara mencapai 50 derajat Celsius di sejumlah tempat. Ilmuwan meyakini, fenomena cuaca ekstrem semacam itu akan berlipat ganda di masa depan akibat perubahan iklim.

Studi IIED, antara lain mewawancarai 420 rumah tangga di 14 desa di kawasan yang rentan dilanda badai. Secara umum, 76 persen responden sudah pernah mengungsi dan lebih dari separuh mengaku hilangnya mata pencaharian akibat kekeringan sebagai alasan.

Seperti dikutip dari dw.com, menurut hasil riset, 42 persen responden yang mengungsi dari desa-desa di Palamu pernah menjadi korban kerja paksa, jerat utang, atau bekerja tanpa upah. Adapun di tempat lain jumlahnya dilaporkan sebesar 16 persen.

Kebanyakan pengungsi bekerja sebagai petani sebelum menjadi korban bencana cuaca ekstrem."Di daerah pesisir Odisha, warga kesulitan membangun kembali rumahnya setelah dirusak badai bertubi-tubi," kata Umi Daniel, direktur sebuah lembaga bantuan lokal.

Wilayah-wilayah pesisir timur India sejak lama mencatatkan angka perdagangan manusia yang tinggi. Makelar buruh dikabarkan rajin berkeliaran dan berusaha menjebak warga dalam jerat utang yang berujung kerja paksa.

Menurut pegiat HAM India, Johnson Topno, perempuan justru lebih rentan menjadi korban perdagangan manusia.

"Ketika buruh pria kebanyakan mendarat di sektor konstruksi, perempuan muda dijual sebagai pembantu rumah tangga di kota-kota besar. Keselamatan mereka menjadi kekhawatiran besar dan seringkali gaji mereka juga tidak dibayar," ujarnya seperti dilansir Reuters.

Studi itu menyimpulkan, meski krisis iklim terbukti menambah angka kemiskinan dan ketimpangan di India, pemerintah sejauh ini belum menganggapnya sebagai motor utama fenomena pengungsian atau perdagangan manusia.

Baca Juga: