Industri makanan laut Thailand merupakan salah satu penghasil pemasukan terpenting negara itu. Industri tersebut merupakan sumber penghidupan jutaan orang di dalam dan di luar negeri.

Perusahaan-perusahaan yang terlibat mencoba menjaga biaya tetap rendah demi para pelanggan dan dalam banyak praktiknya mengakibatkan eksploitasi pekerja.

Kehidupan di atas kapal nelayan berat. Jam kerja yang panjang, kondisi cuaca yang terus berubah, serta pemasukan yang rendah menjadikannya pilihan karir yang tidak menarik.

Banyak orang yang bekerja di kapal-kapal nelayan mengalami tekanan, korban dari eksploitasi dan perdagangan manusia. Vichien Soisawat, kini 52 tahun, menjadi salah satu dari orang-orang itu pada 2007 ketika seorang makelar mengatur agar ia menjadi awak kapal yang mencari ikan di perairan Indonesia.

Buruh desa ini diberi tahu kawannya bahwa bekerja di kapal akan mendatangkan upah yang menggiurkan. Kenyataannya sangat berbeda.

"Sungguh sulit, bekerja sepanjang waktu. Setiap lima jam saat jam kerja saya akan bekerja tiga jam sebelum mengambil dua jam istirahat," jelasnya. "Seakan ada tiga musim tiap hari yaitu hujan, panas, dan dingin. Hujan turun, ombak naik, tetapi kami harus bekerja dan bertahan dalam cuaca buruk hingga semuanya usai."

Vichien punya sedikit tabungan. Ketika kapalnya kembali ke darat ia tidak punya tempat tinggal dan akhirnya mengeluarkan upahnya yang tidak seberapa di tempat karaoke. Saat kehabisan uang, ia merasa tidak punya pilihan kecuali kembali melaut. Ini adalah lingkaran setan.

Seperti banyak pekerja lain, paspor Vichien diambil majikannya. Pada 2016, ia bekerja di kapal yang dijual ke pemilik orang Malaysia dan mendapati dirinya tertinggal dan terlunta di Kota Kuching, Malaysia.

Ia terpaksa mengumpulkan sampah untuk mencari pemasukan, tidak bisa pulang ke kampung halamannya. Beruntung bagi Vichien, ia diselamatkan oleh satu kelompok kesejahteraan yang membantu ribuan orang lainnya.

Perlindungan Pekerja

Jaringan Perlindungan Buruh (LPN) di Provinsi Samut Sakorn, Thailand, yang berjarak sekitar satu jam berkendara dari Bangkok berupaya melindungi hak-hak para pekerja. Organisasi ini didirikan bersama oleh Patima Tungpuchyakul yang ingin membantu para buruh kapal nelayan yang tertinggal di Indonesia.

Patima mendirikan LPN setelah mendengar banyak keluhan dari keluarga para pekerja mengenai orang-orang tercinta mereka yang menghilang di luar negeri atau menghadapi kesulitan.

Dirinya mendapati bahwa kerja paksa merupakan masalah yang mengakar dengan dalam di industri perikanan, bukan hanya di Thailand, tetapi di seluruh Asia Tenggara. Patima mengatakan di Thailand, undang-undang telah diberlakukan untuk melindungi para pekerja di kapal nelayan. Namun, situasinya berbeda di kapal yang mencari ikan di perairan internasional.

"Di Thailand, majikan yang eksploitatif mulai takut atas hukum yang tegas. Namun, di negara-negara tetangga, meskipun ada undang-undang serupa, mungkin tidak diterapkan atau tidak ada banyak kesadaran akan masalah itu."

LPN telah berhasil menyelamatkan sekitar 5.000 pekerja sejak 2015, termasuk Vichien.

Patima menjelaskan bahwa makelar tenaga kerja memainkan peran penting dalam siklus eksploitasi tersebut. Makin banyak orang yang dapat mereka rekrut untuk bekerja di kapal nelayan, makin banyak komisi yang mereka terima.

Patima mengatakan meskipun pemberantasan merupakan salah satu cara menyelesaikan masalah ini, Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) yang memungkinkan hasil tangkapan untuk dicocokkan dengan kapal yang terdaftar merupakan inisiatif yang lebih penting.

Pelacakan semacam itu merupakan bagian dari regulasi penangkapan ikan Ilegal, Tidak Dilaporkan, dan Tidak Diatur (IUU) Uni Eropa. Negara-negara pengekspor makanan laut yang tidak memenuhi standar IUU tidak bisa mengakses pasar Eropa itu.

Thailand diberikan peringatan 'bendera kuning' IUU pada 2015 yang terbukti menjadi titik balik bagi industri perikanan negara itu.

Kapal-kapal berbendera Thailand kini menjadi target apa yang disebut kontrol dan pemantauan keluar masuk kapal di pelabuhan dan undang-undang diberlakukan guna menyokong hak-hak para pekerja. Perubahan di Thailand memperbaiki situasi bagi para pekerja, tetapi kerja sama dari negara-negara tetangga diperlukan guna membina jalan yang lebih baik. Nhk/RP

Baca Juga: