Pembenahan tata kelola niaga timah akan dapat meningkatkan kontribusi dan manfaat yang lebih besar kepada masyarakat dan negara.

JAKARTA - Perkembangan industri komoditas timah saat ini dinilai sangat memprihatinkan. Karena itu, diperlukan perbaikan tata kelola niaga dan peranan serta pengawasan atas laporan Competent Person Indonesia (CPI) terkait validasi neraca cadangan.

Dalam tata kelola niaga komoditas timah, merujuk pada Kepmen ESDM Nomor 1806 K/30/MEM/2018 disebutkan bahwa salah satu persyaratan pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) adalah dengan adanya validasi neraca cadangan pada suatu Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) oleh CPI.

Neraca cadangan hanya dapat dibuat jika perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) melakukan kegiatan eksplorasi. CPI memiliki peran yang strategis dalam validasi neraca cadangan sehingga diperlukan pengawasan yang ketat terhadap akuntabilitas dan profesionalisme atas jasa yang diberikan.

CEO Grup MIND ID, Orias Petrus Moedak, menyatakan pihaknya prihatin dengan kondisi tata kelola niaga, peranan, serta pengawasan atas laporan CPI terkait validasi neraca cadangan. Jika terjadi pelanggaran oleh CPI, lanjutnya, seharusnya ada sanksi yang dikenakan terhadap oknum tersebut.

"Perusahaan meyakini dengan pembenahan tata kelola niaga timah di Provinsi Bangka Belitung, akan dapat meningkatkan kontribusi dan manfaat yang lebih besar kepada masyarakat dan negara," ujar Orias di Jakarta, Rabu (3/3).

MIND ID (Mining Industry Indonesia) merupakan BUMN Holding Industri Pertambangan yang salah satu anggotanya PT Timah Tbk. Sepanjang 2019, PT Timah Tbk mencatatkan kontribusi kepada negara melalui PNBP sebesar 1,1 triliun rupiah yang terdiri atas royalti 556 miliar rupiah, pajak 393 miliar rupiah, PBB 103 miliar rupiah, bea masuk 18 miliar rupiah, dan dividen 120 miliar rupiah.

Di samping itu, PT Timah Tbk menyerap cukup banyak tenaga kerja baik langsung maupun tidak langsung yang mayoritas merupakan masyarakat lokal Bangka Belitung. Saat ini diperkirakan sekitar 35.520 orang menggantungkan hidupnya dari PT Timah Tbk.

Dalam melaksanakan kegiatan operasional, PT Timah Tbk senantiasa melaksanakan praktik penambangan yang baik dan berkomitmen terhadap pemenuhan kepatuhan peraturan yang berlaku, mulai dari kegiatan eksplorasi, produksi, pengolahan, hingga reklamasi dan pascatambang serta pasca-operasi.

Berpotensi Bocor

Pada kesempatan lain, Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) menilai banyak RKAB perusahaan penambangan timah belum sesuai peraturan berlaku, sehingga berpotensi terjadi kebocoran area pertambangan, asal usul timah yang akan diekspor.

"Kami menilai banyak RKAB yang sudah terbit kurang sesuai dengan aturan yang ada," kata Sekretaris Jenderal AETI, Jabin Sufianto, di Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, kemarin.

Dia menilai terbitnya RKAB di beberapa perusahaan tambang belum sesuai dengan aturan yang berlaku, termasuk terkait verifikasi dari CPI yang seharusnya menjadi salah satu syarat untuk diterbitkannya RKAB. "Verifikasi dari CPI tidak lengkap, padahal untuk disetujui RKAB harus memiliki verifikasi dari CPI Pelaporan Hasil Eksplorasi (PHE) dan CPI Pelaporan Estimasi Sumber Daya dan Estimasi Cadangan (PHC). Namun, disayangkan ada beberapa RKAB yang diterbitkan hanya ada verifikasi dari CPI PHC," ujarnya.

Menurut dia, ada CPI tetapi tidak lengkap, harusnya ada CPI PHE dan CPI PHC, dan saat ini banyak yang belum ada CPI PHC.

Baca Juga: