Secara konsep, program food estate sudah benar, tetapi eksekusinya bermasalah sehingga pemerintah harus mau membuka diri untuk melakukan evaluasi.
JAKARTA - Pengembangan lahan pertanian berskala luas atau Food Estate di luar Pulau Jawa sebaiknya meniru proses pembukaan lahan untuk tanaman kelapa sawit. Lahan tersebut perlu disiapkan setidaknya selama lima tahun agar bisa berproduksi dengan baik.
"Pada satu sampai dua tahun pertama itu waktu untuk memasang dan membangun infrastruktur," kata Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung, Tualar Simarmata, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (28/11).
Menurut Tualar, konsep food estate yang mengedepankan kesinambungan proses dari hulu hingga ke hilir sudah tepat. Akan tetapi, penemu Inovasi Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPATBO) ini menilai masih banyak hal yang perlu dibenahi dalam program food estate.
Program foodestate pertama diluncurkan ketika krisis pangan bergaung kencang pada awal pendemi Covid-19 pada 2020. Selain di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, serta Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas di Kalimantan Tengah, lumbung pangan juga diperluas ke Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu.
Sementara itu di Pulau Jawa, food estate dipusatkan di Kabupaten Garut, Jawa Barat, dan Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, serta Temanggung dan Wonosobo di Jawa Tengah. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bertanggung jawab menyiapkan lahan dan infrastruktur. Setelah siap, tanggung jawab penanaman dan pendampingan berada di Kementerian Pertanian.
Tualar menjelaskan, lahan yang digunakan sebagai areal food estate di Kalimantan sebelumnya tidak ditanami komoditas padi atau jagung. Karena itu diperlukan treatment yang tepat agar bisa ditanami padi atau jagung dan memerlukan proses yang lebih panjang dalam membuka lahan.
"FoodEstate jangan hanya kasih angin surga. Terlalu naif kalau mengatakan satu atau dua tahun sudah bisa produksi. Pemerintah harus mau membuka diri untuk melakukan evaluasi. Secara konsep mestinya ini sudah betul. Tapi eksekusinya bermasalah," kata Tualar.
Dia mengusulkan sebaiknya pemerintah menunjuk satu institusi atau lembaga khusus untuk bertanggung jawab mengembangkan food estate, misalnya, PT Perkebunan Nusantara. Indonesia memiliki banyak PTPN berbasis komoditas.
"Bereskan dulu buka lahannya, infrastrukturnya, baru setelah semuanya siap, minimal lima tahun berikan kepada petani. Jangan langsung dilepas seperti sekarang. Jadinya banyak yang mangkrak," kata dia.
Pacu Produktivitas
Sebelumnya, pemerintah berkomitmen mengawal gerakan tanam padi di kawasan Food Estate Kalimantan Tengah (Kalteng) guna memperkuat produksi beras nasional dalam menghadapi tantangan krisis global. Hal ini menjadi salah satu langkah nyata pemerintah memanfaatkan lahan rawa untuk pengembangan sektor pertanian guna mencukupi ketersedian pangan.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyatakan pengembangan lahan rawa sebagai lahan pangan masa kini dan masa depan dinilai sangat strategis dan prospektif dalam mendukung ketahanan pangan. Sebab, jumlah penduduk terjadi sangat cepat, tetapi banyak lahan pertanian beralih fungsi.
Direktur Jenderal (Dirjen) Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Ali Jamil mengatakan, sejak pertengahan 2020 sampai dengan saat ini sudah mengalokasikan program Food Estate di Propinsi Kalteng pada lahan seluas 62.455 ha. Ini untuk pengembangan komoditas utama (padi) melalui kegiatan Intensifikasi dan Ekstensifikasi Lahan serta pengembangan komoditas pendukung.