Pemerintah sebaiknya fokus mengembangkan produk-produk substitusi impor karena impor memiliki faktor ketidakpastian.

JAKARTA - Kalangan politisi di parlemen meminta pemerintah agar membenahi produksi sejumlah komoditas pangan dalam negeri guna mengatasi tingginya kebergantungan pada pangan impor.

Untuk mencapai swasembada pangan memang bukan perkara mudah. Langkah yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah menginventarisasi seluruh lahan yang berpotensi dimanfaatkan sebagai produksi pangan.

Anggota Komisi IV DPR, Firman Subagyo, di Jakarta, Selasa (8/3), mengatakan DPR jauh sebelumnya sudah mengingatkan pentingnya produksi pangan untuk ketahanan pangan nasional. "Peringatan itu bahkan sebelum pandemi dan konflik Russia-Ukraina yang membuat harga komoditas pangan melonjak," kata Firman.

DPR, jelasnya, selalu mengawasi agar harga pangan stabil dan tidak melonjak. "Kenapa Indonesia mesti mengimpor, ini yang harus dievaluasi. Jangan kita bilang surplus, tetapi barangnya tidak ada. Kalau memang ada surplus, barangnya ada di mana?" tanya Firman.

Menurut dia, kombinasi faktor pandemi yang belum sepenuhnya berakhir ditambah meningkatnya tensi geopolitik invasi Russia di Ukraina akan memicu dua krisis global, yaitu energi dan pangan.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas, mengatakan gejolak kenaikan harga sejumlah komoditas saat ini lebih banyak akibat perdagangan global. Kondisi tersebut makin terasa karena Indonesia sangat mengandalkan pasokan impor.

Menurut data Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI), gandum dan bawang putih hampir 100 persen impor, kedelai 97 persen impor, daging lebih dari 50 persen impor. "Ketika harga pangan dunia naik setelah pandemi maka pasti kita akan kena imbas," kata Dwi Andreas, yang juga sebagai Ketua AB2TI.

Kebutuhan pangan dalam negeri, jelasnya, lebih ideal bila bisa dipenuhi oleh petani dalam negeri. Namun, harapan itu sangat sulit terwujud karena tingginya disparitas harga pangan produksi dalam negeri dengan produk impor.

Sementara itu, Peneliti Indef, Rusli Abdullah, menyayangkan impor pangan dilakukan pada waktu yang kurang tepat.

"Selama pandemi tidak ada timeline soal impor, justru dilakukan saat panen (dalam negeri) berlangsung," katanya.

Padahal impor seharusnya didasarkan pada data yang valid agar tidak merugikan petani.

Perhatian Serius

Dalam kesempatan terpisah, Ketua MPR, Bambang Soesatyo, meminta pemerintah memberi perhatian serius terhadap kenaikan harga komoditas pangan di pasaran, khususnya terhadap beberapa komoditas yang kerap mengalami kenaikan harga menjelang hari raya.

Pernyataan itu disampaikan sebagai respons atas gelombang kenaikan harga pangan pada awal 2022. Sejumlah komoditas pangan mengalami kenaikan harga, seperti minyak goreng, kedelai, daging, hingga komoditas cabai.

Keseriusan pemerintah, katanya, terlihat salah satunya dengan rutin melakukan operasi pasar agar harga stabil kembali dan tidak memberatkan atau menurunkan daya beli masyarakat. "Tanpa intervensi pemerintah dan penanganan yang tepat, dikhawatirkan lonjakan harga akan semakin tinggi, terutama menjelang Idul Fitri," kata Bambang seperti dikutip dari Antara.

Pengamat Pertanian dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya, Zainal Abidin, yang diminta pendapatnya menyatakan agar pemerintah sebaiknya fokus mengembangkan produk-produk substitusi impor, serta upaya peningkatan produksi karena impor memiliki faktor ketidakpastian.

"Sebaiknya impor jangan dijadikan andalan untuk terus-menerus digunakan. Karena kebijakan ini mengandung ketidakpastian, mulai soal harga, ketersediaan global, dan masih banyak lagi," kata Zainal.

Berkaca dengan potensi krisis gandum atau pangan lainnya karena konflik di Eropa Timur itu, maka memang sebaiknya pemerintah berusaha bagaimana caranya mencukupi sendiri kebutuhan yang ada.

"Dengan pembenahan-pembenahan serta memanfaatkan banyak hasil penelitian, seharusnya kita dapat mendorong industri dalam negeri untuk menghasilkan produk subtitusi impor, juga untuk meningkatkan kapasitas produksi," pungkas Zainal.

Baca Juga: