Daripada membentuk provinsi baru, terlebih di Pulau Jawa, pembenahan di lembaga pemerintahan saat ini lebih mendesak dilakukan. Pembenahan bisa mulai dari pengakuratan data penduduk hingga peningkatan kualitas layanan publik.
Berita pemekaran provinsi di Pulau Jawa yang dimuat beberapa media siber dalam dua hari terakhir ini cukup mengagetkan masyarakat. Dalam berita tersebut, bakal ada sembilan provinsi baru di Pulau Jawa sehingga nantinya Pulau Jawa akan terbagi menjadi 15 provinsi.
Tidak jelas berita itu muncul dari mana karena sebagian besar media siber yang memuatnya pun tidak mencantumkan sumber beritanya. Setelah ditelusuri, berita tersebut bersumber dari channel Youtube Data yang memiliki 9.490 subscriber.
Dalam unggahan yang berjudul "Pemekaran 9 Provinsi Baru di Pulau Jawa", Data menjelaskan bahwa 9 provinsi baru tersebut merupakan usulan dan wacana yang pernah muncul dari masyarakat dan para tokoh daerah tersebut, bukan dari pemerintah. Usulan dan wacana tersebut ada yang sudah tidak dibahas lagi dan ada yang masih ramai sampai sekarang.
Dalam unggahannya, Data menyebut, usulan atau wacana 9 Provinsi Baru tersebut adalah Provinsi Tangerang Raya, Provinsi Bogor Raya/Pakuan Bhagasasi, Provinsi Cirebon, Provinsi Banyumasan, Provinsi Daerah Isitimewa Surakarta, Provinsi Muria Raya/Jawa Utara, Provinsi Mataraman/Jawa Selatan, Provinsi Madura, dan Provinsi Blambangan.
Tentu saja banyak yang terkejut dengan berita tersebut. Tidak ada angin dan tidak ada hujan, tiba-tiba saja muncul berita pemekaran provinsi di Pulau Jawa. Pasti ada pihak yang senang dengan munculnya berita tersebut dan berharap hal itu segera terwujud, namun ada juga pihak yang berharap hal itu tidak menjadi kenyataan.
Terlepas setuju atau tidak, perlu diingat bahwa sampai saat ini pemerintah masih memberlakukan moratorium pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB). Wakil Presiden Ma'ruf Amin memastikan bahwa tidak akan ada lagi pemekaran daerah di Indonesia meski desakan untuk itu terus berdatangan kecuali di Papua. Saat ini ada 327 daerah yang mengajukan pembentukan DOB kepada pemerintah.
Pembentukan DOB sebenarnya ada baiknya, yakni untuk mempercepat pembangunan, mempermudah pelayanan publik, serta memotong birokrasi. Namun sayang, sebagian besar DOB belum bisa mandiri, pendapatan asli daerah (PAD)-nya masih terlalu kecil. Daerah yang sudah dimekarkan belum bisa memberikan kesejahteraan bagi rakyat, meningkatkan daya saing, serta membangun sistem pemerintahan yang baik.
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) provinsi seluruh Indonesia tahun anggaran 2021, terdapat sejumlah daerah yang pendapatan asli daerahnya di bawah 30 persen. Daerah Otonom Baru masih sangat bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang disalurkan melalui Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Langkah pemerintah memberlakukan moratorium pembentukan DOB harus kita hormati. Pembentukan DOB bukan untuk ikut-ikutan, bukan untuk gagah-gagahan karena pembentukan DOB memerlukan biaya yang sangat tinggi sehingga pemda harus memperhitungkan kemandirian fiskal mereka. Pembentukan DOB, misalnya, pasti akan memerlukan biaya untuk membentuk pemerintahan baru, membentuk infrastruktur, serta melakukan perekrutan sumber daya manusia.
Daripada membentuk provinsi baru, terlebih di Pulau Jawa, pembenahan di lembaga pemerintahan saat ini lebih mendesak dilakukan. Pembenahan bisa dari mulai dari pengakuratan data penduduk hingga peningkatan kualitas layanan publik.