STOCKHOLM - Para peneliti pada Senin (26/4) mengatakan bahwa belanja militer di seluruh dunia naik menjadi hampir 2 triliun dollar AS pada 2020, walau terjadi penurunan ekonomi sebagai dampak dari pandemi Covid-19.

Berdasarkan laporan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) anggaran pengeluaran militer global meningkat 2,6 persen menjadi 1,981 miliar dollar AS pada 2020, saat PDB global menyusut sebesar 4,4 persen.

"Perkembangan ini amat tak disangka-sangka," ucap Diego Lopes da Silva, salah seorang penulis laporan SIPRI itu. "Saat terjadi pandemi, setiap orang berpikir bahwa belanja militer akan mengalami penurunan," imbuh dia.

"Tetapi amat dimungkinkan untuk menyimpulkan bahwa Covid-19 tidak berdampak secara signifikan pada pengeluaran militer global, setidaknya pada 2020," ujar Lopes da Silva.

Lopes da Silva pun memperingatkan bahwa negara-negara akan membutuhkan waktu untuk beradaptasi terhadap guncangan akibat dampak dari meningkatnya belanja militer. Fakta bahwa pengeluaran militer terus meningkat dalam satu tahun yang dibarengi dengan kemerosotan ekonomi berarti militer akan jadi beban karena alokasi pengeluaran militer dari total PDB juga meningkat.

SIPRI melaporkan alokasi belanja militer secara keseluruhan naik dari 2,2 persen menjadi 2,4 persen dan ini merupakan peningkatan tahun-ke-tahun terbesar sejak terjadi krisis keuangan pada 2009.

Akibatnya, akan lebih banyak negara anggota NATO terdampak oleh target pedoman aliansi untuk menghabiskan setidaknya dua persen dari PDB untuk belanja militer mereka, dimana 12 negara melakukan penyesuaian belanja militer pada 2020 jika dibandingkan dengan sembilan yang melakukan penyesuaian belanja militer pada 2019.

Terdampak Covid

Walau memperlihatkan tren peningkatan, SIPRI pun melaporkan bahwa anggaran belanja militer di beberapa negara ikut terdampak oleh pandemi. Negara seperti Cile dan Korea Selatan secara terbuka memutuskan untuk meninjau ulang anggaran belanja militer sebagai tanggapan terjadinya pandemi.

"Sejumlah negara lainnya seperti Brasil dan Russia, mereka tak secara terang-terangan meninjau ulang anggaran untuk dialokasikan bagi tanggapan bagi pandemi, namun mereka tak lagi memberikan anggaran lebih pada belanja militer pada 2020," ucap Lopes da Silva.

Berbeda halnya dengan Hungaria yang justru meningkatkan anggaran belanja militer karena anggaran itu dimasukkan dalam paket stimulus bagi menanggapi terjadinya pandemi.

Lopes da Silva mencatat bahwa banyak negara menanggapi terjadinya krisis ekonomi pada 2008-2009 dengan menerapkan langkah penghematan, namun penghematan tak menjadi masalah dalam kasus saat ini.

SIPRI juga mengumumkan bahwa Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok masih jadi dua negara yang paling banyak mengalokasikan anggaran belanja bagi militernya. AS tercatat membelanjakan 39 persen dari seluruh belanja militer global, sedangkan Tiongkok membelanjakan sebesar 13 persen saja.

Anggaran belanja Tiongkok naik bersamaan peningkatan ekonominya dan diperkirakan anggaran belanjanya pada 2020 mencapai 252 miliar dollar AS.

AS juga diperkirakan akan meningkatkan anggaran belanja militernya pada 2020. Menurut Alexandra Marksteiner, penulis lain dari laporan SIPRI, terjadinya peningkatan ancaman dari pesaing strategis seperti Tiongkok dan Russia, telah menjadi alasan bagi peningkatan belanja militer AS. AFP/I-1

Baca Juga: