STOCKHOLM - Lembaga pemikir terkemuka pada Senin (22/4) mengatakan pengeluaran militer global tumbuh 7 persen menjadi 2,43 dollar AS pada tahun 2023, peningkatan tahunan paling tajam sejak tahun 2009 seiring dengan memburuknya perdamaian dan keamanan internasional.

Dikutip dari The Straits Times, Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm atau Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) mengatakan dalam sebuah pernyataan Amerika Serikat, Tiongkok, dan Russia adalah negara dengan pembelanja terbesar pada 2023.

"Negara-negara memprioritaskan kekuatan militer, namun mereka berisiko mengalami spiral aksi-reaksi dalam lanskap geopolitik dan keamanan yang semakin tidak stabil," kata peneliti senior di program Pengeluaran Militer dan Produksi Senjata SIPRI, Nan Tian.

SIPRI mengatakan Russia meningkatkan pengeluaran sebesar 24 persen menjadi sekitar 109 miliar dollar AS. Ukraina meningkatkan pengeluaran sebesar 51 persen menjadi 65 miliar dollar AS dan menerima setidaknya 35 miliar dollar AS bantuan militer dari negara lain.

"Jika digabungkan, bantuan ini dan belanja militer Ukraina setara dengan sekitar 91 persen belanja Russia," kata lembaga tersebut.

Anggaran NATO

Dikatakan pengeluaran negara-negara anggota Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau North Atlantic Treaty Organization (NATO) berjumlah 55 persen dari pengeluaran dunia.

"Bagi negara-negara NATO di Eropa, perang dua tahun terakhir di Ukraina telah mengubah pandangan keamanan secara mendasar," kata peneliti SIPRI, Lorenzo Scarazzato.

"Pergeseran persepsi ancaman ini tecermin dalam peningkatan porsi PDB yang diarahkan pada belanja militer, dengan target NATO sebesar 2 persen yang semakin dilihat sebagai target dasar dan bukan ambang batas yang harus dicapai."

Negara-negara anggota NATO diharapkan menyisihkan setidaknya 2 persen dari produk domestik bruto untuk belanja pertahanan oleh aliansi tersebut.

SIPRI mengatakan sebagian besar anggota NATO di Eropa telah meningkatkan pengeluaran tersebut. AS menaikkannya sebesar 2 persen menjadi 916 miliar dollar AS, mewakili sekitar dua pertiga dari total belanja militer NATO. "Persentase perubahan tersebut dinyatakan secara riil, dalam harga konstan tahun 2022," tambah SIPRI.

Baca Juga: