>>Antisipasi dampak proteksionisme, kurangi impor melalui industri substitusi impor.

>>Pasar saham dan mata uang Tiongkok melemah selama isu perang dagang merebak.

JAKARTA - Pemerintah Indonesia semestinya belajar dari Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang begitu ngotot menerapkan kebijakan proteksionisme untuk menekan defisit neraca perdagangan.

Sepanjang tahun ini, Indonesia telah membukukan defisit perdagangan bulanan sebanyak empat kali dan hanya sekali mencatat surplus.

Ekonom Universitas Indonesia, Telisa A Valianty, mengemukakan saat ini semua negara tengah mengamankan neraca perdagangan masing-masing.

"Dan, akibatnya akan ada tindakan balasan atau retaliasi. Nah, itu kan efeknya berasa. Apalagi catatan defisit neraca perdagangan kita sudah menjadi warning," kata dia, di Jakarta, Minggu (8/7).

Oleh karena itu, lanjut Telisa, untuk menekan dampak proteksionisme AS dan negaranegara lain terhadap Indonesia, pemerintah bisa melakukan strategi jitu di luar perang tarif,

yakni menekan impor melalui pembangunan industri, terutama substitusi impor. Selain itu, lanjut Telisa, pemerintah bisa membatasi gaya konsumsi masyarakat.

Misalnya, masyarakat diarahkan agar lebih mencintai produk dalam negeri. "Permintaan masyarakat juga yang menghendaki barang impor. Perilaku seperti ini perlu dikurangi," ujar dia.

"Barang luar negeri memang relatif lebih bagus, tapi nggak usah berlebihan. Jadi, strategi perdagangannya jangan menimbulkan respons negatif dari negara lain. Tapi, kita yang lebih mengerem permintaan konsumen," imbuh Telisa.

Menurut dia, strategi substitusi dan pengurangan impor itu terutama diterapkan pada sektor pangan. Saat ini, impor pangan sudah sangat tinggi hingga mencapai 15 miliar dollar AS setahun. "Persoalan pangan sebetulnya bersumber dari pasokan yang kurang. Makanya, produksi perlu ditingkatkan.

Teknologi pangan perlu dikembangkan. Jadi, Indonesia sudah harus mulai fokus untuk menata sektor pangannya," tukas dia.

Telisa juga mengungkapkan dampak perang dagang sebenarnya sudah di depan mata, yakni pelemahan nilai tukar. Perang dagang menimbulkan ketidakpastian global sehingga investor mengalihkan dana ke tempat yang dinilai lebih aman seperti AS.

"Akibatnya, dollar AS cenderung menguat terhadap mata uang emerging market, termasuk rupiah," jelas dia.

Sebelumnya dikabarkan, Indonesia harus mempersiapkan berbagai strategi, misalnya langkah balasan, jika perang dagang yang digaungkan Presiden Trump meluas sampai ke Indonesia.

Pemerintah AS dikabarkan tengah mengevaluasi 124 produk asal Indonesia guna menentukan apakah produk itu masih layak diberikan perlakuan khusus semacam fasilitas bea masuk.

Dampak ke Tiongkok

Setelah enam bulan polemik soal perang dagang dengan AS terus mengemuka, kapitalisasi pasar saham Tiongkok terkikis sekitar seperlima dan mendorong pelemahan tajam mata uang yuan.

Meski demikian, pergerakan di pasar keuangan itu dinilai baru permulaan. Indeks saham acuan Bursa Shanghai melemah sekitar 22 persen sejak Januari tahun ini, ketika tarif impor pada panel surya pertama kali diumumkan Presiden AS, Donald Trump.

Bursa saham jatuh 9 persen sejak 19 Juni lalu, saat Trump memaparkan rencana untuk mengenakan pajak pada lebih banyak barang impor Tiongkok dari yang diumumkan semula. Pengenaan tarif impor tahap pertama senilai 34 miliar dollar AS untuk barang dari Tiongkok dilakukan Kamis lalu.

Beijing mengatakan tidak ada pilihan, kecuali membalas dengan menetapkan tarif dalam jumlah yang sama bagi barang AS yang masuk ke Tiongkok. Perkiraan awal pasar menyebutkan dampak perang tarif Tiongkok-AS bakal meluas.

Penasihat Bank Sentral Tiongkok, Ma Jun, mengatakan tarif impor AS pada barang Tiongkok senilai 50 miliar dollar AS akan memangkas pertumbuhan ekonomi 0,2 persen.

Ekonom mengungkapkan setiap pengenaan tarif impor senilai 100 miliar dollar AS akan menurunkan perdagangan dunia sebesar 0,5 persen.

Mereka mengasumsikan dampak langsung pada pertumbuhan ekonomi Tiongkok 2018 sekitar 0,1-0,3 persen dan dampak bagi pertumbuhan AS akan lebih kecil. ahm/Ant/SB/YK/WP

Baca Juga: