Pada masa transisi dari musim kemarau ke musim hujan, masyarakat perlu mewaspadai terjadinya banjir, angin kencang dan gelombang tinggi.

JAKARTA - Musim kemarau berkepanjangan mulai berdampak pada kekeringan di beberapa wilayah Indonesia, termasuk DKI Jakarta. Dibandingkan 2016, tahun ini sebagian wilayah Indonesia lebih kering, akan tetapi lebih basah dibandingkan tahun 2015.

Badan Meteorologi Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi kondisi tersebut akan terus berlangsung hingga akhir bulan September. Sedangkan musim hujan baru akan terjadi pada bulan Oktober dan November mendatang.

"Awal musim hujan di wilayah Jakarta Bogor Depok dan Bekasi (Jabodetabek) diperkirakan terjadi pada Oktober. Dimulai dari Jabodetabek bagian Selatan, Tengah, dan Jabodetabek bagian Utara," ujar Deputi Bidang Meteorologi, Yunus Subagyo, di Jakarta, Senin (18/9).

Yunus mengatakan saat masa transisi dari musim kemarau ke musim hujan, masyarakat perlu mewaspadai daerah-daerah yang rentan bencana seperti banjir, genangan, pohon tumbang, angin kencang dan gelombang tinggi yang diperkirakan terjadi pada akhir bulan September. Sebab, peluang curah hujan ekstrem meningkat pada puncak musim hujan.

"Masyarakat perlu mewaspadai implikasi awal musim hujan periode 2017-2018 yang bisa berdampak positif dan negatif terhadap berbagai sektor. Positifnya itu bisa meningkatkan luas dan frekuensi tanam, ketersediaan air untuk waduk, sedangkan negatifnya berdampak potensi banjir dan tingginya gelombang yang bisa mengganggu kegiatan nelayan," terang dia.

BMKG menyebutkan saat ini cuaca di Indonesia masuk kedalam kondisi yang netral, yakni tidak El-Nino (kemarau panjang) maupun tidak La Nina (curah hujan tinggi) sehingga tidak mempengaruhi penambahan dan pengurangan uap air. Untuk suhu muka laut di wilayah Pasifik Timur sendiri dingin, kondisi menandakan adanya anomali negatif yang mengakibatkan wilayah Indonesia mendapatkan tambahan supply uap air untuk pembentukan dan pertumbuhan awan hujan.

Lahan Pertanian

Sementara itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi, Provinsi Jawa Barat menetapkan status siaga darurat kekeringan pada lahan pertanian dan daerah perbatasan di wilayahnya.

"Hal ini sudah terjadi sejak 1 September 2017 hingga sekarang dan sudah merambah pada delapan kecamatan setempat," kata Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin di Kabupaten Bekasi, Senin (18/9).

Menurut dia delapan kecamatan itu di antaranya Bojongmangu, Cikarang Pusat, Serangbaru, Cikarang Selatan, Muaragembong, Sukatani, Babelan dan Cikarang Timur.

Untuk itu dalam melakukan antisipasi Pemkab Bekasi menyuplai air bersih yang ditampung dengan menggunakan mobil tangki.

Pamasokan dilakukan tiga kali dalam satu hari untuk tiap wilayah. Ini adalah cara yang tepat guna mengambil langkah selanjutnya.

"Bantuan tersebut adalah antisipasi dini dan juga memberi pelayanan terhadap kepedulian sosial. Serta sudah selayaknya pemerintah daerah melakukan kegiatan seperti ini," katanya.

Ia menyatakan pemerintah daerah tidak tinggal diam terkait kondisi tersebut, dan akan mengambil langkah seperti halnya membuat hujan buatan, membangun penampungan air bersih pada setiap kecamatan.

Ia menambahkan upaya semacam ini memang sudah sering dilakukan dan bencana kekeringan sudah sering terjadi tiap musim kemarau di sini.

Namun diakuinya belum ada tindakan itu, karena terkait dengan anggarannya. "Dalam pembangunan itu tidak dapat dilakukan serentak. Pasalnya minimnya anggaran yang ada," kata Neneng.

Sementara itu, Anggota komisi IV DPRD Kabupaten Bekasi Nyunarno mengatakan bersama pemerintah daerah akan terus berupaya guna memberikan bantuan air bersih.

"Hal ini juga meminta Dinas Kesehatan dan Sosial Kabupaten Bekasi melakukan pengawalan dengan mendirikan tenda penyelamatan utama," katanya.

Ini memang perlu dilakukan selain menyiagakan tenaga medis namun juga mobil ambulance agar bila ada masyarakat yang membutuhkan untuk segera melakukan tindakan penyelamatan. nis/Ant/P-5

Baca Juga: