Semakin tinggi bunga utang akan pengaruhi produktivitas utang karena sebagian utang baru akan habis untuk bayar bunga.

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menyebutkan utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Januari 2024 tercatat sebesar 405,7 miliar dollar AS, turun dibandingkan dengan posisi Desember 2023 yang mencapai 408,1 miliar dollar AS. Turunnya ULN itu karena ada pembayaran ULN pemerintah melalui pelunasan seri Surat Berharga Negara (SBN) yang jatuh tempo.

Kendati demikian, secara tahunan posisi ULN Indonesia tumbuh 0,04 persen (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 2,9 persen (yoy). Penurunan itu dikontribusikan oleh penurunan ULN baik sektor publik maupun swasta.

Direktur Celios, Bhima Yudisthira, yang diminta pendapatnya, mengatakan tantangan utama ULN setidaknya ada empat. Pertama, meski pertumbuhan ULN pemerintah melambat, namun hanya bersifat temporer. "Pada semester ke-2 kebutuhan pembiayaan baru untuk tutup utang jatuh tempo semakin membesar, maka ULN akan kembali naik," kata Bhima.

Kedua, beban suku bunga ULN pemerintah sudah terlalu besar, khususnya dibanding negara Asia Tenggara lainnya, dan masalah ini terus dibiarkan karena dengan suku bunga mahal maka daya tarik dimata investor global cukup tinggi.

"Padahal semakin tinggi bunga utang akan berpengaruh ke produktivitas utang karena sebagian utang yang baru akan habis untuk bayar bunga utang," ungkap Bhima.

Ketiga adalah postur belanja pemerintah pada 2025 cenderung meningkat untuk membiayai belanja populis sehingga memperbesar risiko penambahan utang baru. Terakhir, jelas Bhima, adalah tekanan eksternal berupa pelambatan ekonomi global membuat banyak investor mencari aset dengan risiko rendah, yang bisa menciptakan capital outflow di pasar surat utang.

Pakar sosiologi ekonomi dari Universitas Airlangga Surabaya, Bagong Suyanto, mengatakan jika jumlah bunga utang luar negeri terlalu besar maka itu akan menggerus fungsi APBN itu sendiri untuk menjalankan program-program pembangunan.

"Seharusnya sebelum berutang dinegosiasikan dahulu berapa jumlah bunga yang pantas supaya APBN tetap bisa digunakan untuk menjalankan program-program pembangunan. Kalau terlalu tinggi maka utang tersebut kurang signifikan, karena akan mereduksi alokasi APBN untuk anggaran-anggaran yang prioritas," kata Bagong.

Menurut dia, kalau sampai pemerintah kekurangan dana untuk menggerakkan perekonomian terutama di lapisan bawah, maka akan sangat riskan sekali karena jika terjadi krisis, masyarakat miskin yang sudah lemah akan semakin pasrah dan tidak berdaya.

"Ujung-ujungnya nanti harus menarik utang baru untuk program bantalan sosial, yang mana itu kurang produktif. Harusnya dengan anggaran yang ada, pemerintah mempersiapkan peningkatan daya tahan masyarakat melalui program diversifikasi usaha berbasis potensi dan sumber daya lokal sehingga masyarakat punya daya tahan yang kuat jika ada krisis," katanya.

Jaga Kredibilitas

Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (15/3), mengatakan pemerintah berkomitmen tetap menjaga kredibilitas dengan memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang secara tepat waktu, serta mengelola ULN secara hati-hati, efisien, dan akuntabel.

Pemanfaatan ULN terus diarahkan untuk fokus mendukung upaya pemerintah dalam pembiayaan belanja program prioritas dan pelindungan masyarakat di tengah masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.

Dukungan pembiayaan tersebut mencakup antara lain pada sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial dengan porsi 21,1 persen dari total ULN pemerintah, kemudian administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib 18 persen, jasa pendidikan 16,9 persen, konstruksi 13,7 persen, serta jasa keuangan dan asuransi 9,7 persen.

Sementara itu, ULN swasta pada Januari 2024 tercatat sebesar 196,7 miliar dollar AS, menurun dibandingkan dengan posisi pada bulan sebelumnya sebesar 198,1 miliar dollar AS. Secara tahunan, ULN swasta mengalami kontraksi pertumbuhan 2,6 persen (yoy), lebih dalam dari kontraksi pada bulan lalu sebesar 1,4 persen (yoy).

Kontraksi pertumbuhan ULN tersebut bersumber dari lembaga keuangan (financial corporations) dan perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) yang masing-masing mencatat kontraksi pertumbuhan sebesar 3,2 persen (yoy) dan 2,4 persen (yoy).

Baca Juga: