Aspek yang sangatpenting dalam pelaksanaan pemilihan, baik Pilkada maupun Pemilu legislatif adalah pengawasan. Jika pengawasan dilakukan dengan tepat, kualitas pemilihan makin tinggi.
Jakarta - Dalam menjalankan tugas penyelenggaraan pengawasan Pilkada serentak 2018 dan Pemilu 2019, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) bekerja dengan instrumen Alat Kerja Pengawasan. Adapun dalam mengawasi pelaksanaannya, salah satu rujukan Bawaslu adalah Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2018 yang diluncurkan pada November 2017 lalu.
"Untuk mencegah kerawanan dan potensi pelanggaran terjadi, Bawaslu juga bersinergi dengan para pemangku kepentingan Pengawasan Pemilu. Bukan hanya lembaga negara, tapi juga dengan masyarakat sipil," ujar Keua Bawaslu, Abhan dalam acara diskusi tentang capaian Bawaslu selama 2017 dan proyeksi Bawaslu 2018, di Jakarta, Kamis (25/1).
Adapun lembaga-lembaga digandeng Bawaslu antara lain; Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Komunikasi dan Informasi , Gerakan Pramuka, Mahkamah Konstitusi (MK), Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Polri, Kejaksaan Agung, Badan Intelijen Negara, Ombudsman Republik Indonesia, dan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
"Selain itu, Bawaslu juga bersinergi dengan organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, dan perguruan tinggi," ujar Abhan. Sebagaimana diamanatkan undang-undang, Bawaslu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Pengawasan Pemilu. Hal itu didesain dalam PusatPengawasan Partisipatif yang tertuang dalam tujuh program, yaitu Pengawasan Berbasis Teknologi Informasi (Gowaslu), Forum Warga Pengawasan Pemilu, Gerakan Pengawas Pemilu Partisipatif, Pengabdian Masyarakat Dalam Pegawasan Pemilu, Pengelolaan Media Sosial, Pojok Pengawasan dan Pramuka Pengawas (Saka Adhyasta) Pemilu.
Dalam acara yang diikuti lembaga KPU, unsur Polri, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Bawaslu) memaparkan Laporan Kinerja Tahunan 2017, sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban kepada publik. Dalam laporannya, Bawaslu memaparkan pondasi pengawasan yang telah dibangunnya pada 2017.
Menurut Ketua Bawaslu, Abhan, pondasi pengawasan telah dibangun pada 2017 lalu. "Dengan capaian-capaian sebagai pijakan pengawasan di tahun politik ini, 2018 ini, harus dihadapi dengan persiapan yang matang, demi menjawab berbagai persoalan politik yang menjadi tugas, fungsi, dan kewenangan Bawaslu," ujar Abhan di Jakarta, Kamis (25/1). Pihaknya mengatakan, sejak awal periode kepemimpinannya, April 2017 lalu, Bawaslu telah membangun pondasi Pengawasan Pemilu.
Dijelaskannya, hal itu dimulai dengan program Bawaslu Mendengar lalu Bawaslu Memanggil dan kemudian Bawaslu Mengawasi. Abhan menuturkan, Bawaslu Mendengar adalah program untuk mendengar evaluasi dan masukan kebijakan program dan kegiatan Bawaslu. Sedangkan, Bawaslu Memanggil adalah program Bawaslu dalam melakukan rekrutmen Pengawas Pemilu di daerah.
"Pada 2017 lalu, Bawaslu telah melakukan rekrutmen anggota Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota dan Panwas Kecamatan. Total, ada 25 provinsi dan 514 kabupaten/ kota yang melakukan rekrutmen Pengawas Pemilu," kata Abhan. Pada medio Januari 2018 ini, Panwas Kecamatan juga telah melakukan rekrutmen dan pelantikan Panitia Pengawas Lapangan (PPL), yang merupakan pengawas Pemilu di tingkat desa/kelurahan.
Keterwakilan Perempuan Lebih lanjut Abhan mengungkapkan, Bawaslu memerhatikan keterwakilan perempuan pada komposisi pengawas Pemilu. Di Bawaslu pusat, kepemimpinan terdiri atas satu orang perempuan dan empat orang laki-laki. Di tingkat provinsi, perempuan yang menjadi ketua atau anggota Bawaslu ada sebanyak 19 orang atau sebesar 19 persen dari total 102 orang anggota Bawaslu Provinsi. Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, jumlah ketua dan anggota Bawaslu perempuan ada sebanyak 15 persen atau setara dengan 226 orang dari total 1.542 orang di 514 kabupaten/ kota.
Sementara itu dalam hal penanganan pelanggaran, Bawaslu membuat sejarah dengan membatalkan calon kepala daerah pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Jayapura yang terbukti melakukan pelanggaran pemilihan. Abhan menjelaskan pada Pilkada 2017, ada 2.347 temuan/ laporan dugaan pelanggaran. 734 temuan/laporan dinyatakan sebagai pelanggaran sehingga ditindaklanjuti dan sebanyak 1.613 temuan/laporan tidak dapat ditindaklanjuti atau dihentikan. 364 temuan/ laporan dinyatakan sebagai pelanggaran administrasi, 149 temuan/laporan sebagai tindak pidana pemilihan, 65 temuan/ laporan sebagai pelanggaran kode etik dan 156 temuan/ laporan sebagai pelanggaran perundang-undangan. eko/rag/AR-3