Bawaslu bersama tokoh lintas iman menyamakan persepsi terkait upaya menangkal politisasi SARA dan politik identitas untuk memastikan kualitas demokrasi di Tanah Air.

JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menggandeng para tokoh lintas iman untuk menyamakan persepsi dalam menangkal dan mencegah terjadinya politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) serta politik identitas.

"Perlu persamaan makna politisasi SARA dan politik identitas sebagai mitigasi bagi Bawaslu untuk melakukan pencegahan," kata anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty di Jakarta, kemarin.

Upaya tersebut dilakukan Bawaslu dengan menggelar Focus Group Discussion (FGD) terkait pencegahan politisasi SARA bersama organisasi lintas iman di salah satu hotel di Jakarta.

Ia berharap diskusi ini menghasilkan persamaan definisi guna membantu Bawaslu membuat strategi dalam menangkal politisasi SARA dan politik identitas.

Menurut dia, penyamaan definisi dengan para tokoh agama lintas iman menjadi momentum Bawaslu untuk lebih menguatkan dari segi pencegahan. "Upaya memastikan kualitas demokrasi kita makin baik, tentu dilihat dari seberapa kuat melakukan pencegahan dan menindak jika ada pelanggaran," tegas Lolly.

Dalam hal menanggulangi politisasi SARA dan politik identitas, kata anggota Bawaslu RI Totok Hariyono, pihaknya lebih mengedepankan konteks pencegahan. "Kami lakukan pencegahan terlebih dahulu baru penindakan, itu bagian dari konsep pemilu gotong royong," katanya.

Sejumlah tokoh lintas iman terdiri atas perwakilan Muhammadiyah, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Presidium Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Dewan Rohaniwan Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Sosialisasi Peraturan

Terpisah, Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi menyampaikan ada lima syarat yang harus dipenuhi agar pemilu dapat berjalan demokratis.

"Dengan terpenuhinya lima syarat tersebut, saya kira Pemilu 2024 nanti bisa berjalan dengan baik dan demokratis," kata Raka Sandi saat menjadi narasumber dalam acara sosialisasi yang dihadiri jajaran Bawaslu se-Bali di Gianyar, Sabtu (25/3).

Mantan anggota KPU RI ini menyampaikan lima syarat agar pemilu demokratis itu dalam kegiatan Sosialisasi dan Implementasi Peraturan Bawaslu dan Produk Hukum Non-Peraturan Bawaslu yang digelar Bawaslu Bali.

Raka Sandi menyebut lima syarat yang harus dipenuhi meliputi regulasi yang jelas, penyelenggara yang mandiri, berintegritas, dan kredibel, peserta yang taat aturan, pemilih yang cerdas dan partisipatif serta birokrasi yang netral.

Menanggapi yang disampaikan Raka Sandi, Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Bali I Ketut Rudia mengatakan bahwa acara yang digelar pihaknya kali ini merupakan sebuah upaya penyamaan persepsi. "Penyamaan persepsi terhadap regulasi-regulasi yang ada dan korelasinya dengan tahapan Pemilu 2024," ujar Rudia.

Menurut dia, selaku penyelenggara, tentu juga harus menafsirkan regulasi yang berkaitan dengan pemilu, bukan hanya Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) dan Undang-Undang Pemilu saja. "Hal ini juga akan memberikan kejelasan regulasi, sesuai dengan lima syarat itu," ucap mantan Ketua Bawaslu Bali ini.

Selain Rudia, acara perdana yang digelar divisi Hukum Bawaslu Bali tersebut juga dihadiri oleh Ketua Bawaslu Bali Ketut Ariyani yang didampingi oleh tiga anggota lainnya yakni I Wayan Wirka, I Wayan Widyardana Putra, dan I Ketut Sunadra, dengan Koordinator Divisi Hukum Bawaslu Kabupaten/Kota se-Bali.

Baca Juga: