Empat masalah utama seperti netralisan ASN, politik uang, politisasi SARA, dan kampanye di media social menjadi fokus utama Bawaslu RI menjelang Pemilu 2024.
BANDUNG - Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu RI) mencatat sedikitnya terdapat empat persoalan utama yang dihadapi menjelang Pemilihan Umum 2024. Untuk itu, Bawaslu telah menyiapkan sejumlah langkah untuk mengantisipasinya.
"Isu-isu tersebut berkaitan dengan netralitas ASN, politik uang yang hari ini kami luncurkan, politisasi SARA, dan kampanye di media sosial," ujar Pelaksana Tugas Kepala Pusat Penelitian, Pengembangan, Pendidikan dan pelatihan Bawaslu RI Ibrahim Malik Tanjung usai peluncuran Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 - Isu Strategis Politik Uang di Harris Hotel & Conventions Festival Citylink Bandung, Jawa Barat, Minggu (13/8).
Menurut dia, keempat isu strategis itu harus menjadi perhatian penyelenggara pemilu agar pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan itu lebih terbuka, jujur, dan adil. Untuk itu, Bawaslu membentuk pemetaan kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 dan isu strategis sebagai upaya pencegahan yang lebih komprehensif, kreatif, atraktif, dan progresif.
Bawaslu, sambung Ibrahim, melakukan hal ini sebagai upaya mencegah potensi terjadinya pelanggaran pada tahapan kampanye yang dimulai pada November 2023. "Bawaslu telah melakukan serangkaian penyusunan, pemetaan kerawanan, isu strategis, dan siap untuk disampaikan kepada publik," katanya.
Pemetaan permasalahan pemilu itu diharapkan dapat menjadi acuan bagi jajaran bawaslu di seluruh Indonesia maupun pemangku kepentingan terkait untuk mengawal tahapan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024.
Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty menjelaskan bahwa peluncuran itu didasarkan pada semakin beragamnya modus operandi politik uang, tetapi regulasi yang ada tidak mengalami perubahan.
Titik Rawan
Sebelumnya, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menyebut berita bohong atau hoaks sebagai titik rawan dalam pemilihan umum (pemilu) yang tak terhindarkan di era digitalisasi saat ini.
"Hoaks atau berita bohong merupakan variabel titik rawan dalam pemilu dan pemilihan yang sifatnya tidak terhindarkan di masa digitalisasi dewasa ini," kata Bagja dalam webinar "Sosialisasi Perkembangan Tahapan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024" dipantau secara daring melalui kanal YouTube Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia, Jakarta, Sabtu.
Bagja mengatakan bahwa dampak utama dari hoaks ialah munculnya polarisasi di tengah masyarakat, sebagaimana yang terjadi pada Pemilu 2019 lalu.
Termasuk, lanjut dia, menimbulkan konflik sosial, ujaran kebencian dan propaganda, serta membesarnya disintegrasi nasional.
Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), dia memaparkan bahwa ada 9.814 temuan isu hoaks seluruh kategori pada Agustus 2018 hingga April 2022. Sedangkan, 922 isu hoaks ditemukan pada rangkaian Pemilu 2019, dengan 557 kasus di antaranya ditemukan pada Maret hingga Mei 2019 yang merupakan masa puncak pemilu.
Selain isu hoaks, titik rawan pada Pemilu Serentak 2024 di antaranya politisasi SARA; politik uang dan penyalahgunaan anggaran; pelanggaran netralitas ASN, TNI/Polri, dan kepala desa; serta data dan pemutakhiran data pemilih; hingga kerumitan pemungutan atau penghitungan suara dan memperoleh hasil.