JAKARTA - Menjelang dimulainya tahapan kampanye dalam Pilkada serentak 15 Februari mendatang, Badan Pengawasan Pemilu atau Bawaslu diminta memasukan deklarasi ramah anak dalam setiap proses pelaksanaan pilkada.

"Dalam proses hiruk pikuk kampanye yang berlangsung selama kurang lebih lima bulan tersebut, diharapkan bisa memberikan informasi gagasan kandidat kepada masyarakat, khususnya program yang berpihak kepada kepentingan anak," ujar Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto, saat ditemui di Kantor Bawaslu, Jalan Thamrin, Jakarta, Jumat (9/2).

Susabti mengatakan, salah satu bentuk keterlibatan publik dalam melindungi hak-hak anak, para pasangan calon (Paslon), dalam kampanyenya, harus memberikan informasi yang cukup, dan edukatif. Paslon semestinya memberi pelatihan dalam rangka meningkatkan kapasitas pengetahuan serta keterampilan terkait hak-hak politik mereka (anak-anak).

Apalagi, katanya, proses Pilkada di I71 daerah ini cukup menyita perhatian publik, karena diharapkan akan melahirkan pimpinan kepala daerah yang berkualitas dan sesuai dengan pilihan masyrakat banyak. Sehingga anak sebagai pemilih pemula mendapatkan informasi secara jernih tentang visi, misi dan program dari sang kandidat.

Kemudian, visi, misi dan program yang ditampilkan oleh paslon tersebut, haruslah memiliki keberpihakan yang nyata untuk kepentingan terbaik bagi anak-anak di daerah tersebut. Sebab informasi yang diperoleh dari data KPU Pusat, jumlah pemilih usia anak (17- 18 tahun) 1:10 juta orang, dan usia anak yang pernah menikah dan memiliki hak pilih sebanyak 1 : 5000 orang dari total jumlah Daftar Penduduk Potensial Pemilih (DP4) sebesar, 160,765,143 pemilih atau sekitar 16,28% kategori pemilih anak.

Oleh sebab itu, data pemilih anak (pemilih pemula) cukup mewarnai kontestasi pilkada 2018. Sehingga peran stakeholders dalam Pilkada Serentak 2018 ini sangat diharapkan terutama dalam melakukan pengawasan, sebagaimana amanat dalam Pasal 15 UU Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Hal senada disampaikan Ketua Bawaslu, Abhan, yang menyatakan bahwa pelibatan anak dalam proses kampanye dilarang, tapi sanksinya tidak tegas diatur, apakah sanksi berupa sanksi administrasi atau pidana. Abhan mencontohkan, ketika ada kampanye, anak dijadikan juru kampanye atau bahkan diajak berpartisipasi untuk membawa bendera atau menyanyikan lagu partai.

Namun, Abhan kecewa, hal tersebut tidak secara ditegas diatur dalam UU Nomor 16 tahun 2016 tentang Pilkada. Sehingga ia meminta Kepoisian atau bahkan KPAI, bila menemukan unsur eksploitasi anak dalam pemilu, untuk memproses secara pidana. "Eksploitasi anak dalam pemilu memang tegas diatur, namun apabila institusi lain melihat ada pelanggaran dan bisa ditindak, maka silahkan tindak," tutur Abhan.

rag/AR-3

Baca Juga: