Hasil pemantauan di lapangan, Bawaslu menemukan tiga kelemahan penerapan teknologi sistem informasi partai politik (Sipol) yang diterapkan KPU.

JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan tiga kelemahan teknologi sistem informasi partai politik (Sipol) yang diterapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk pertama kalinya dalam tahapan pendaftaran calon peserta Pemilu 2019. Dengan temuan tersebut, Bawaslu berharap KPU dapat mengantisipasi masalah teknis yang dapat terjadi.

"Temuan pertama, Bawaslu mendapati laman Sipol mengalami troubleshooting selama setengah jam pada saat proses pemeriksaan kelengkapan dokumen persyaratan pendaftaran partai politik pada 9 Oktober 2017," kata anggota Bawaslu, Mohammad Afifudin, di Jakarta, Selasa (17/10). Temuan kedua, tambah Afifudin, proses pengunggahan data milik partai politik di Sipol memakan waktu cukup lama.

Sebagai contoh, Bawaslu menemukan pengunggahan data milik Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) memerlukan waktu dua jam. "Misalnya, Partai Hanura melakukan input data pada tanggal 14 Oktober 2017 sekitar pukul 10.00 WIB, namun data tersebut muncul di Sipol pada pukul 13.30 WIB. Uploading data di Sipol itu saja membutuhkan waktu 180 menit," kata Afifudin.

Temuan ketiga, tambah Afifudin, Bawaslu mendapati Sipol tidak dapat mengidentifikasi adanya dokumen ganda. Dengan begitu partai politik tidak dapat mengetahui apakah data mereka sudah berhasil terunggah atau belum. Bawaslu menemukan kasus dokumen ganda tersebut pada Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

"Kami tidak pernah membayangkan pencocokan berkas ini bisa sampai berjam- jam. Ini harus bisa diantisipasi. Oleh karena itukami mengingatkan potensi tersebut dalam konteks pengawasan," tambah Afif.

Cegah Manipulasi Data

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengapresiasi penerapan sistem verifikasi data online, Sipol ini.

Dinilai bisa mencegah manipulasi data. Di era digital, sistem verifikasi data secara online sudah jadi kebutuhan yang mendesak. Termasuk dalam memverifikasi data partai calon peserta pemilu. Menurut Titi, jika terus menerapkan cara konvensional, penyeleng gara justru yang akan kesulitan. Syarat administratif yang banyak tentu berkonsekuensi pada jumlah dokumen dan data yang makin rumit dan makin besar.

Pada titik inilah Sipol dibutuhkan. Menurut hemat Titi, penggunaan teknologi informasi dalam verifikasi partai calon peserta pemilu, seperti Sipol, akan memudahkan petugas dalam memverifikasi data dan menghemat waktu. Sehingga kerja verifikasi lebih efisien. Ujungnya, lebih efektif. Penggunaan Sipol bisa mempermudah proses pendaftaran lebih efisien. Tidak hanya itu, kata Titi, dengan verifikasi menggunakan Sipol, ada banyak manfaat lebih yang bisa didapatkan.

Misalnya, proses verifikasi administrasi data partai bakal lebih akurat dan valid. Sipol juga dapat diandalkan untuk mencegah terjadinya manipulasi data. Contohnya, saat memeriksa keanggotaan partai ganda. Dengan sistem verifikasi secara online, lanjut Titi, partai pun akan 'dipaksa' untuk membudayakan tertib administrasi.

Partai yang tertib secara administrasi, pada dasarnya itu adalah salah satu ciri dari partai modern. "Bagi partai, Sipol menjadi instrumen untuk konsolidasi dan penguatan institusi partai menuju Pemilu 2019. Kalau sekadar mengandalkan pendaftaran yang murni manual, Titi bisa pastikan, KPU akan kerepotan meneliti data yang jumlahnya banyak.

Dari sisi biaya pun tak efisien. Anggaran pasti membengkak. "Biaya bisa membengkak karena kebutuhan pada sumberdaya manual yang mendukung proses itu. Juga soal efektivitas waktu," ujarnya. Sebelumnya, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Sunanto mengatakan penerapan Sipol sebagai instrumen verifikasi bukanlah sesuatu yang baru. Pada Pemilu 2014, Sipol juga sudah diberlakukan. Namun tidak bersifat wajib. Pada verifikasi parpol saat ini, KPU mewajibkan partai melakukan pendaftaran lewat Sipol. ags/Ant/N-3

Baca Juga: