Langkah Kementerian Pertanian (Kementan) menambah alokasi pupuk subsidi dan mendorong penggunaan alat mesin pertanian (alsintan) pada musim tanam I 2024 bakal sia-sia apabila rencana impor beras sebanyak tiga juta ton tidak dibatalkan.

JAKARTA - Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI), Muhammad Qomarunnajmi, menyayangkan kegemaran impor untuk keperluan cadangan beras pemerintah (CBP) dan bantuan sosial (bansos). Dalam pandangan SPI, pemerintah tidak perlu impor asalkan cadangan beras pemerintah aman.

"Pemerintah bisa mengamankan CBP dengan menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) yang menguntungkan petani," tegas Qomar, Selasa (16/1).

Ironisnya, setelah impor beras jor-joran tahun lalu, pada 2024, pemerintah kembali mengimpor beras dengan kuota sebesar juta ton sepanjang 2024. Dari jumlah itu, sebanyak dua juta ton ditargetkan datang pada Maret 2024.

Pemerintah melalui Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Badan Pangan Nasional, dan Perum Bulog mengeklaim impor beras dilakukan di tahun politik ini untuk mencukupi CBP dan keperluan bansos. Padahal, pada Maret, April, dan Mei 2024 merupakan musim panen raya padi bagi petani.

Sejak isu impor beras bergulir pada akhir 2023, harga gabah di tingkat petani sudah mulai turun dari rentang harga 7.000-8.600 rupiah per kg, menjadi 6.000-an rupiah per kg pada awal Januari 2024. "Klaim pemerintah yang menyatakan produksi beras turun tidak bisa dijadikan legitimasi impor begitu saja. Demikian juga dengan penyediaan beras untuk bantuan sosial yang akan digulirkan sampai Juni 2024," ucapnya.

Qomar menegaskan impor sama sekali tak menurunkan harga. "Meskipun impor dilakukan seperti yang terjadi dalam dua tahun terakhir, harga beras di tingkat konsumen tetap tinggi, bahkan melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah," paparnya.

Dalam rangkaian kunjungan kerja Menteri Pertanian ke tiga daerah di Sulawesi Selatan termasuk Jeneponto, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, terus mengajak petani memaksimalkan musim hujan dengan percepatan tanam untuk menjaga stok ketersediaan pangan, terutama padi dan jagung.

Amran menyebutkan pihaknya saat ini sedang menggiatkan penggunaan teknologi berupa alsintan untuk mengoptimalkan percepatan tanam.

"Kalau gunakan rice transplanter, satu orang bisa menanam di lahan satu hektare hanya selama 20 menit. Sementara kalau pakai tangan, butuh waktu 20 hari untuk luas lahan yang sama," ungkap Amran melalui keterangannya pada acara Gerakan Percepatan Tanam Padi di Desa Kayu Loe Timur, Kecamatan Turatea, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Selasa (16/1).

"Combine Harvester"

Amran menyebutkan menanam padi secara manual berdampak pada penurunan produksi. Selain rice transplanter, Kementerian Pertanian (Kementan), disebut Amran, saat ini juga tengah menggiatkan penggunaan combine harvester.

Alsintan yang digunakan untuk panen ini memiliki tiga fungsi yaitu sebagai alat panen, alat perontok padi, dan juga sebagai alat pembajak sawah. "Penggunaan combine harvester bisa menurunkan biaya produksi dari 12 juta rupiah menjadi 4-5 juta rupiah," terang Amran.

Di hadapan para petani setempat, Amran memastikan ketersediaan pupuk. Pihaknya telah mengusulkan penambahan anggaran untuk subsidi pupuk dan penambahan tersebut telah disetujui oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Presiden menyetujui penambahan anggaran 14 triliun rupiah untuk pupuk subsidi," sebutnya.

Pada sambutannya, Pj Bupati Jeneponto, Junaedi, menyampaikan dukungannya untuk menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia.

Baca Juga: