Basarnas perlu teknologi yang dapat mendeteksi korban jiwa yang tidak bernyawa dalam area bencana.
JAKARTA - Direktur Bina Potensi dari Badan SAR Nasional (BASARNAS), Agus Haryono mengatakan perlu adanya sebuah teknologi di masa mendatang yang dapat mendeteksi korban jiwa yang tidak bernyawa dalam area bencana melalui dead body locator.
"Perlu juga kita pikirkan ke depan itu ada teknologi dead body locator untuk memudahkan kami dalam menemukan korban jiwa yang sudah tidak selamat," kata Agus Haryono di Jakarta, Senin (14/10).
Hal tersebut dikarenakan, budaya Indonesia yang erat dengan kekeluargaan masih sangat kental. Dimana, Basarnas selalu dituntut untuk menemukan korban jiwa dari keluarga yang terkena musibah.
Sehingga, dengan hadirnya teknologi tersebut, dapat memberikan bantuan kepada Basarnas dan juga keluarga korban untuk menemukan jasad di lokasi bencana alam itu terjadi.
"Karena kalau di negara kita ini, budaya kekeluargaan di masyarakat itu sangat erat. Sehingga ketika terjadi kecelakaan, kebencanaan, kita ini tim gabungan tidak hanya dituntut untuk menemukan korban yang masih selamat, tapi juga kita dituntut untuk menemukan korban yang sudah meninggal," ujar dia.
Dengan adanya desakan untuk menemukan korban jiwa yang tidak selamat dalam setiap bencana dan juga kecelakaan menjadi tantangan tersendiri bagi Basarnas untuk terus menyambut baik keinginan masyarakat atau keluarga terdampak.
Menurut dia, saat ini pihaknya baru memiliki teknologi yang dapat mendeteksi korban kecelakaan maupun bencana alam yang masih bisa bernyawa. Teknologi tersebut memang sangat bermanfaat bagi pihaknya, karena tidak lagi membutuhkan waktu lama untuk mengevakuasi korban.
"Banyak kejadian atau kecelakaan, kebencanaan yang memang tidak lepas dari peran sarana dan prasarana serta teknologi yang dibutuhkan. Teknologi-teknologi seperti underwater rescue devices, kemudian juga teknologi kedirgantaraan untuk kebutuhan pertolongan, dan juga life detector, ini merupakan kebutuhan yang wajib bagi kami," ujar dia.
Oleh karenanya, teknologi-teknologi yang memadai dapat memberikan manfaat dan juga meringankan beban dan tanggung jawab dalam setiap kali mengevakuasi korban jiwa di dalam area bencana alam.
Memang, hingga saat ini banyak korban jiwa yang masih belum bisa ditemukan jasad-jasadnya. Seperti halnya kejadian kecelakaan yang terjadi di Danau Toba, Sumatera Selatan pada 2018 yang lalu.
Dia menjelaskan bahwa setidaknya terdapat 200 penumpang dalam satu kapal yang tenggelam, masih membutuhkan waktu hingga saat ini untuk ditemukan jasadnya. Meski lokasi sudah bisa ditentukan.
"Kalau kita ingat kecelakaan kapal penyeberangan Sinar Bangun di Danau Toba pada 2018, diperkirakan ada lebih dari 200 orang dalam kapal yang tenggelam. Dan sampai dengan saat ini masih banyak yang belum bisa diangkat, lokasinya sudah kita deteksi. Namun itu tadi diperlukan teknologi-teknologi yang canggih tentunya untuk dapat mengantisipasi kejadian seperti itu," tutup dia.