JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menyatakan untuk memajukan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) harus lebih banyak diajak masuk dan terintegrasi dalam rantai pasok atau supply chain industri.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Organisasi, Eka Sastra, dalam Simposium dan Lokakarya Nasional bertajuk Nusantaranomics di Jakarta, Senin (27/2), mengatakan saat ini baru sekitar 18 persen UMKM yang masuk dalam rantai pasok industri.

Walaupun punya kontribusi besar terhadap perekonomian nasional, namun UMKM selama ini dianggap seolah sektor terpisah sehingga bantuan yang diberikan bersifat charity (amal).

Padahal, untuk bisa mengembangkan dan mendorong mereka lebih maju dan berkembang, skala usaha itu perlu ikut terlibat dalam proses bisnis yang ada melalui pembinaan dari industri yang lebih besar dan kebijakan pemerintah.

Pengalaman di beberapa negara seperti Korea atau Jepang, mobil mereka seperti Toyota bisa melibatkan ratusan lebih UMKM. Ada yang memproduksi ban, jok, dan aksesori lainnya, UMKM ini terlibat dalam bisnis besar untuk menghasilkan mobil. Ketika mobil terjual, otomatis UMKM-nya mendapatkan keuntungan," kata Eka.

Dia berharap semua UMKM bisa masuk karena keberhasilan Kadin adalah bagaimana UMKM bisa naik kelas dari non-pengusaha menjadi pengusaha, usaha mikro menjadi kecil, usaha menjadi menengah, menengah menjadi besar. "Kita mendorong mereka naik kelas, sehingga bisa berkompetisi dengan yang lain," jelas Eka.

Model kolaborasi serta dukungan dan pembinaan perusahaan besar terhadap UMKM kini mulai diterapkan di Indonesia dengan harapan integrasi pengusaha besar dengan UMKM akan membangun struktur ekonomi yang solid.

Belum Dilibatkan

Direktur Jogja International Furniture & Craft Fair Indonesia (JIFFINA), Yuli Sugianto, mengatakan, di Yogyakarta, 90 persen pelaku kerajinan dan mebel adalah UMKM yang selama ini penjualannya mengandalkan pasar ekspor. Padahal, kebutuhan mebel di Tanah Air sangat besar khususnya kebutuhan kantor pemerintahan maupun pendidikan. Begitu pula di sektor swasta, setiap pembangunan hotel, tempat wisata, dan perkantoran pasti juga membutuhkan perangkat mebel dan kerajinan.

"Sayangnya, para perajin belum secara resmi dilibatkan dalam setiap pengadaan mebel pemerintah. Lebih sering memilih produk Tiongkok karena masalah harga. Padahal soal harga kan bisa turun asal permintaan tinggi," jelas Yuli.

Skala keekonomian produk UMKM akan terus meningkat kalau mendapat dukungan negara dengan menempatkannya dalam rantai pasok nasional. Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jateng, papar Yuli, menjadi sentra utama produksi kerajinan dan furnitur di Indonesia dengan pelaku utama UMKM. Namun, belum ditopang sistem logistik bahan baku yang memadai karena semuanya diserahkan pada mekanisme pasar.

Berbeda di negara-negara lain seperti Tiongkok yang mana pemerintahnya mendukung kerajinan bambu. Pemerintah dikabarkan malah membuka perkebunan bambu hingga ratusan ribu hektare.

Baca Juga: