Supremasi hukum menjadi fondasi untuk mewujudkan negara Indonesia yang bersatu, berdaulat, maju, dan berkelanjutan.
JAKARTA - Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bogat Widyatmoko mengatakan supremasi hukum merupakan fondasi untuk mewujudkan negara Indonesia yang bersatu, berdaulat, maju, dan berkelanjutan.
"Saya kira ukuran-ukuran pembangunan juga harus mulai direaktualisasi kembali atau dipikirkan kembali bahwasannya yang sifatnya tangible, artinya seperti pembangunan infrastruktur dan sebagainya tidak serta-merta menjadi suatu ukuran suatu bangsa. Tetapi, harus dilengkapi atau harus didasari dengan fondasi seperti kepastian, keadilan hukum, serta kemanfaatan hukum," ucapnya dalam Seminar Nasional Refleksi Serta Transformasi Pendidikan Tinggi Hukum di Indonesia Dalam Mendukung Agenda Pembangunan Nasional Jangka Panjang Tahun 2025-2045, yang dipantau secara virtual di Jakarta, Kamis.
Karena itu, dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, pihaknya hendak mewujudkan supremasi hukum yang berkeadilan, bermanfaat, memiliki kepastian, serta berlandaskan hak asasi manusia (HAM). Hal ini dilakukan melalui pelaksanaan tata kelola regulasi, penguatan budaya hukum di tingkat negara maupun masyarakat, penguatan kelembagaan hukum, serta pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Semua upaya tersebut harus sejalan dengan penguatan, perlindungan, dan pembangunan HAM, yang menjadikan transformasi pendidikan hukum sebagai elemen utama pembentuk budaya hukum. Menurut dia, hal ini harus menjadi strategi baru ke depan.
Pendidikan hukum, terutama pendidikan tinggi hukum, dianggap menjadi kunci menciptakan budaya hukum yang inklusif. Apabila transformasi pendidikan hukum dilakukan, maka banyak manfaat diperoleh seperti meningkatkan kualitas, kuantitas, dan integritas profesi hukum di mata masyarakat.
Kini, pihaknya disebut tengah bekerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan terkait dalam rangka menelusuri kajian kebijakan transformasi pendidikan tinggi hukum. Bappenas turut melakukan diskusi secara mendalam dengan beberapa universitas di Belanda untuk membahas topik tersebut.
Bogat melaporkan temuan awal kajian menunjukkan pendidikan tinggi hukum masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satu permasalahan utamanya ialah kurikulum dan tata kelola pendidikan tinggi hukum belum sepenuhnya dapat mendukung praktik hukum yang luas dan mampu memfasilitasi pengembangan sistem-sistem pendidikan tinggi hukum di Indonesia.
"Tentu saja, (jika kita meninjau kembali pendidikan hukum), kita seringkali menemukan bahwasannya ada pandangan pendidikan hukum ini sifatnya masih legalistik dan belum sepenuhnya menerapkan pendekatan interdisipliner. Padahal, kehidupan di masyarakat saya kira realitanya adalah pasti melibatkan berbagai macam elemen yang artinya itu adalah interdisipliner," ungkap dia.
Tata kelola pendidikan hukum saat ini dinilai masih cenderung membebani akademisi dengan tanggung jawab yang tinggi. Secara spesifik, beban administrasi menjadi salah satu kendala para dosen dan akademisi untuk mengembangkan substansi dan pengetahuan hukum karena waktu mereka tersita untuk urusan administrasi.
Melihat persoalan itu, Bappenas hendak menyederhanakan proses administrasi agar dapat mengembangkan substansi pendidikan hukum yang tidak membebani efisiensi biaya.
Dengan pendekatan pendidikan hukum yang baru ke depan, Bappenas mengharapkan para aparat penegak hukum (APH) dan berbagai pemangku kepentingan terkait memiliki kompetensi adaptif terhadap dinamika kehidupan berbagai dan bernegara.
"Kita memahami bahwa sistem hukum kita seringkali tertinggal dinamika masyarakat, namun menuju sistem hukum yang adaptif dan responsif itu merupakan suatu keniscayaan atau suatu keharusan kita melakukan upaya-upaya transformasi tersebut. Sistem hukum ini diharapkan dapat merefleksikan dinamika hukum di masyarakat, kemudian mengatasi perubahan global yang luar biasa cepatnya, selanjutnya sistem hukum dapat memberikan kepastian, keadilan, dan manfaat hukum yang optimal, sehingga kesejahteraan masyarakat dapat terwujud dan tentu saja ini menjadi ultimate goal dari pembangunan," kata Bogat
"Dalam rangka pembangunan tersebut, saya kira upaya terhadap pendidikan tinggi hukum memerlukan komitmen bersama, baik dari perguruan tinggi maupun organisasi profesi. Kami optimis melalui kolaborasi yang erat antara pihak-pihak terkait, pendidikan tinggi hukum dapat bertransformasi menjadi lebih baik, lebih progresif, relevan dengan kebutuhan pembangunan jangka panjang Indonesia, dan dinamika kehidupan masyarakat," ujar dia.