JAKARTA - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan berkomitmen mendorong penguatan hilirisasi komoditas pertambangan atau mineral strategis yang berkelanjutan, termasuk timah.

Hal ini dilakukan melalui implementasi Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) dan Sistem Resi Gudang (SRG).

"Dalam implementasi penguatan tata kelola perdagangan timah, Bappebti terus memastikan instrumen dan regulasi yang ditetapkan dapat memberikan manfaat besar bagi masyarakat dan industri.

Dua instrumen yang digunakan Bappebti tersebut adalah PBK dan SRG," jelas Plt.

Kepala Bappebti, Kasan dalam acara Indonesia 2024 Critical Minerals Conference and Expo yang dikolaborasikan dengan ASEAN Tin Industry Conference 2024 di Jakarta, Kamis (13/6).

Menurut Kasan, PBK dan SRG dapat mewujudkan pembentukan harga (price discovery) untuk menciptakan referensi harga timah Indonesia, sehingga dapat meningkatkan perdagangan timah di pasar domestik maupun global.

Upaya tersebut juga merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7/2014 tentang Perdagangan, Undang-Undang Nomor 10/2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, Undang-Undang Nomor 9/2011 tentang Sistem Resi Gudang, dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75/2022 tentang Penataan, Pembinaan, dan Pengembangan Pasar Lelang Komoditas.

Tingkatkan Pembelian

Terkait kegiatan, Kasan menekankan pentingnya forum internasional ini bagi kemajuan komoditas mineral strategis Indonesia.

"ASEAN Tin Industry Conference 2024 merupakan momentum untuk menggali isu strategis penguatan komoditas mineral seperti keberlanjutan, inovasi, dinamika pasar, kerangka penguatan regulasi, serta kolaborasi, dan jaringan Indonesia dengan dunia.

Kegiatan ini juga menjadi ajang kolaborasi Bappebti dengan seluruh pemangku kepentingan, asosiasi, dan lembaga terkait lainnya untuk mendorong berkembangnya industri timah di Indonesia," tegas Kasan.

Direktur Utama Indonesia Commodity Derivative Exchange (ICDX), Nursalam menekankan pentingnya perdagangan timah melalui Bursa Berjangka, antara lain untuk meningkatkan pembelian langsung oleh konsumen dari negara pengekspor timah Indonesia, mengurangi risiko gagal serah dan gagal bayar, memaksimalkan devisa negara dari pendapatan ekspor komoditas timah, serta mendorong pendapatan negara melalui pajak ekspor dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Baca Juga: