Untuk daerah-daerah yang pangan utamanya nonberas jangan lagi dipasok dengan beras, dan sebaliknya.

JAKARTA - Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) memutuskan untuk menerapkan relaksasi harga eceran tertinggi (HET) beras premium yang diberlakukan sementara mulai 10 Maret sampai 23 Maret 2024.

Relaksasi HET beras premium itu berlaku sementara selama dua minggu, dan setelah 23 Maret 2024, harga beras premium kembali mengikuti HET sesuai Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 7 Tahun 2023.

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, mengatakan pemberlakuan sementara relaksasi harga eceran tertinggi (HET) beras premium diimplementasikan guna menjaga stabilitas pasokan dan harga di tingkat konsumen selama Ramadan 1445 Hijriah.

Penerapan relaksasi HET sementara, jelas Arief, bertujuan agar masyarakat lebih nyaman dalam menjalankan ibadah di bulan Puasa dan tidak kesulitan memperoleh akses pembelian beras di pasar. "Nanti di minggu keempat, kita meyakini pasokan dan ketersediaan beras akan semakin bertambah dengan adanya panen padi," kata Arief.

Adapun relaksasi HET beras premium yang diberlakukan sementara ini menyasar pada delapan wilayah. HET disesuaikan menjadi adanya selisih lebih seribu rupiah per kilogram (kg) dibandingkan HET sebelumnya.

Pada wilayah Jawa, Lampung, dan Sumatra Selatan diberlakukan relaksasi HET beras premium menjadi 14.900 rupiah per kg dari HET sebelumnya di 13.900 rupiah per kg. Kemudian wilayah Aceh, Sumatera Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, dan Kepulauan Bangka Belitung relaksasi HET beras premium diberlakukan 15.400 rupiah per kg dari sebelumnya 14.400 rupiah per kg.

Untuk wilayah Bali dan Nusa Tenggara, menjadi 15.400 rupiah per kg dari sebelumnya 14.400 rupiah per kg. Sementara untuk wilayah Sulawesi, menjadi 14.900 rupiah per kg dari sebelumnya 13.900 rupiah per kg. Untuk wilayah Kalimantan, menjadi 15.400 rupiah per kg dari sebelumnya 14.400 rupiah per kg.

Terakhir, untuk wilayah Maluku dan Papua, relaksasi HET beras premium menjadi 15.800 rupiah per kg dibanding sebelumnya 14.800 rupiah per kg.

Menanggapi relaksasi HET itu, Direktur Celios, Bhima Yudisthira, mengatakan kalau HET naik akan berimbas ke penyesuaian beras di ritel dan ada kecenderungan penjual menyesuaikan harga mendekati HET untuk memaksimalkan marjin keuntungan.

Meskipun hanya untuk beras premium, tetapi akan memengaruhi juga kelas menengah rentan.

"Pasokan beras dengan HET terbaru bisa digelontorkan lagi oleh pelaku ritel, tetapi apa stoknya ada?" tanya Bhima.

Beberapa daerah, jelasnya, masih menunggu panen raya yang terindikasi terlambat karena beragam faktor. "Jadi, HET naik, tapi stok belum otomatis berlimpah di ritel," katanya.

Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta Timur mendukung relaksasi harga eceran tertinggi (HET) beras premium agar komoditas itu di pasaran bisa dikendalikan.

"Kalau tidak ada HET, harga beras gak akan turun," kata Ketua Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang Zulkifli Rasyid.

Zulkifli menilai kebijakan merelaksasi HET yang dimulai 10-23 Maret 2024 itu bertujuan untuk menjaga harga dan stok beras stabil di pasaran.

Ia mengatakan dengan diterapkannya HET, membuat pabrik-pabrik besar penguasa beras tidak asal membeli gabah petani.

Terlebih, saat ini, ia mendata ada sekitar tujuh pabrik di wilayahnya yang membeli gabah dengan asal-asalan.

Kembangkan Pangan Lokal

Sebelumnya, Peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa menyarankan agar pemerintah lebih serius mengembangkan pangan lokal yang khas di masing-masing daerah daripada terus mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan pangan di tiap-tiap daerah yang karakteristik pangannya berbeda-beda.

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Dwijono Hadi Darwanto mengatakan, semestinya data pangan tidak terbatas pada beras. Pemerintah pusat dan daerah harus memiliki data beras dan nonberas. Idealnya semua daerah memiliki konsumsi utama yang berbeda-beda.

"Jadi, untuk daerah-daerah yang pangan utamanya nonberas jangan lagi dipasok dengan beras, dan sebaliknya, sehingga angka konsumsi beras juga akan menurun," kata Dwijono.

Baca Juga: