Perkembangan dunia pariwisata di Tanah Air cukup menggembirakan. Tercatat pada 2017 sektor "plesiran" ini tumbuh 22 persen, berada di atas pertumbuhan regional dan global. Prestasi itu tak lepas dari upaya pemerintah mendorong digitalisasi di sektor pariwisata.

Salah satu daerah yang kini menjadi primadona destinasi pawisata adalah Banyuwangi. Hal ini seiring maraknya penggunaan internet dan media sosial, para pelaku pariwisata di kabupaten yang berada di paling timur Pulau Jawa ini semakin gencar mempromosikan beragam potensi destinasi dan fasilitas yang ada.

Kini, masyarakat semakin mengenal bahwa kabupaten terluas di Pulau Jawa tersebut memiliki potensi wisata yang menakjubkan. Gabungan dari pantai, hutan, dan gunung dengan koleksi flora dan fauna yang luar biasa. Diversity atau keberagaman potensi wisata Banyuwangi seolah tak ada habisnya. Selain destinasi yang telah mendunia seperti Kawah Ijen dengan blue fire-nya, dan Pantai Plengkung, wisatawan dapat mengunjungi berbagai lokasi menarik lainnya yang tak kalah unik.

De Djawatan Benculuk

Penggemar film Lord of the Rings pasti masih ingat "Ents", ras makhluk dalam dunia fantasi karangan novelis J. R. R. Tolkien, yang bentuknya menyerupai pohon-pohon raksasa. Kini untuk merasakan sensasi berada di dekat salah satu penghuni tertua dunia antah berantah "Middle Earth" dalam film itu, tak perlu bermimpi apalagi harus terbang ke studio film Hollywood. Cukup datang ke Banyuwangi, Jawa Timur, tepatnya di Hutan De Djawatan.

Dalam hutan yang terletak di Desa Benculuk, Kecamatan Cluring, sekitar 40 kilometer dari pusat Kota Banyuwangi ini, wisatawan akan menemukan ratusan pohon raksasa, benar-benar berukuran besar seperti raksasa dalam arti sebenarnya, tumbuh menjulang dan memayungi teduh kawasan seluas 3,8 kilometer tersebut.

Hutan De Djawatan sebenarnya merupakan hutan lindung yang dikelola Perhutani KPH Banyuwangi Selatan. Semasa penjajahan Belanda tempat ini adalah tempat penimbunan kayu milik Perhutani di Banyuwangi bagian selatan. Sebagai tujuan wisata De Djawatan Benculuk mulai dibuka pada 1951.

Dengan harga tanda masuk supermurah, hanya dua ribu rupiah, pengunjung dapat merasakan menjelajah hutan Lord of the Ring, yang hanya bisa dirasakan di Banyuwangi. Berjalan di antara pohon-pohon trembesi berumur ratusan tahun. Usia pohon yang sangat tua itu tergambar dari lumut yang menyelimuti sebagian batang trembesi. Begitu masuk kawasan hutan, wisatawan akan langsung disambut udara segar dan suasana teduh dari panorama hijau tempat itu.

Berfoto dengan latar belakang pohon-pohon raksasa pun tak boleh dilewatkan. Hasil foto akan menampilkan ukuran yang kontras, wisatawan tampak kecil, sementara batang-batang pohon trembesi di sekelilingnya terlihat begitu besar. Terdapat beberapa titik swafoto yang disediakan pengelola dalam area Hutan De Djawatan Benculuk, antara lain rumah pohon di dekat pintu masuk, lengkap dengan jembatan kayu yang melintasi kolam di bagian bawah pohon, juga beberapa truk bekas yang sudah tidak utuh, menambah sensasi unik destinasi ini. Tak heran jika Hutan De Djawatan Benculuk kerap dimanfaatkan oleh pasangan calon pengantin sebagai lokasi foto pranikah.

Wisatawan juga bisa berkeliling area Hutan De Djawatan yang tidak terlalu luas itu untuk sekadar melihat-lihat suasana. Hitung-hitung sambil berolahraga dengan udara segar murni dari alam. Ada jalan setapak yang telah disediakan sepanjang jalur utama berbentuk huruf "U", dengan jarak sekitar 300 meter.

Waktu yang tepat bagi wisatawan untuk menikmati obyek wisata alam ini adalah sore hari. Selain rona kemerahan cahaya senja yang terlihat indah menerobos dari sela-sela pohon raksasa, pengunjung dapat menyaksikan ribuan 'kalong' (kelelawar) yang keluar dari sarang, laksana kabut hitam yang menyeruak di antara pohon trembesi raksasa. Sungguh sebuah sensai yang tak terlupakan .

Selain pohon trembesi yang menjadi maskot, terdapat beberapa jenis tumbuhan lain di hutan eksotik itu. Di antaranya adalah Pohon Jati, Wesah yang memilkki rasa buah mirip dengan Lengkuas, dan memiliki manfaat menyembuhkan penyakit lambung, dan Jamur Kepong. Selain itu masih ada tanaman yang banyak ditemukan di hutan Santinet, Salak alas dengan rasa buah sangat masam, serta Kelengkeng.

Dengan biaya tambahan yang terjangkau, wisatawan juga dapat melakukan berbagai kegiatan yang menyenangkan di tempat ini seperti memancing, bakar ikan, dan arung jeram.

Geopark

Baru-baru ini, destinasi "Api Biru" di kawah Gunung Ijen, Pulau Merah, dan Taman Nasional (TN) Alas Purwo di Banyuwangi ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan geological park (Geopark) nasional atau Taman Bumi. Selain itu destinasi Kawah Ijen dan Taman Nasional Alas Purwo di Banyuwangi juga mendapat status Cagar Biosfer Dunia dari UNESCO.

Atas penetapan oleh UNESCO tersebut, TN Alas Purwo dan Taman Wisata Alam Kawah Ijen kemudian dinamai Cagar Alam Blambangan. Cagar Biosfer (Biosphere Reserves) merupakan situs yang ditunjuk berbagai negara melalui kerja sama program MAB (Man and The Biosphere)-UNESCO untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati. Penetapan UNESCO itu dilakukan pada sidang International Coordinating Council (ICC) Program MAB (Man and The Biosphere) UNESCO ke-28 di Kota Lima, Peru.

Pemkab Banyuwangi meyakini kedua status itu bakal menjadi pendorong baru bagi pengembangan wisata di daerah dengan julukan "Sunrise of Java" itu. "Dua status itu kami yakini bisa menjadi instrumen baru untuk mendorong semakin menggeliatkan pariwisata berbasis alam di Banyuwangi," ujar Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas.

Selanjutnya, pemerintah pusat tengah mengajukan fenomena Api Biru di Gunung Ijen, Pulau Merah, dan Taman Nasional (TN) Alas Purwo untuk masuk menjadi UNESCO Geopark Global (UGG), yang akan dinilai pada tahun depan.

Anas mengatakan, telah menggelar sejumlah rapat maraton untuk meningkatkan kesiapan daerah tersebut. Meski destinasi yang menjadi kandidat sebagai kawasan Geopark (geological park) adalah Gunung Ijen, Pantai Pulau Merah, dan Taman Nasional Alas Purwo, namun Hutan De Djawatan milik Perhutani yang memiliki keunikan tersendiri itu juga tak luput dari perhatian.

"Beberapa rekomendasi yang diberikan oleh komite akan segera kita tindak lanjuti. Sudah kita rapatkan maraton bersama Perhutani, dan disambung dengan mendengar masukan dari penilai Global Geopark Network UNESCO karena Banyuwangi ditetapkan sebagai kawasan geopark nasional, dan awal 2019 sudah langsung jalan beberapa program, seperti skema pengembangan lanjutan untuk dua destinasi, yaitu Pantai Pulau Merah dan De Djawatan, yang berada di wilayah pengelolaan BUMN Perum Perhutani," ujarnya baru-baru ini.

Dia menjelaskan, Pemkab Banyuwangi dan Perhutani akan melibatkan LIPI dan perguruan tinggi untuk menjadikan De Djawatan yang menjadi salah satu destinasi favorit wisatawan itu sebagai kebun raya mini.

"Selain menyajikan pemandangan hutan yang menawan, di sana nanti ada laboratorium tentang berbagai jenis tanaman. Jadi ada unsur edukasinya," papar Anas.SB/E-3

Menikmati Pantai Cacalan

Berlibur ke "Bumi Blambangan" tentu tidak lengkap kalau belum datang ke pantai-pantainya yang indah. Ya, Banyuwangi memiliki banyak pantai indah dan telah mendunia seperti Pantai Plengkung G-Land, yang tersohor di kalangan peselancar profesional, atau Pantai Pulau Merah, yang menjadi kandidat kawasan Geopark.

Namun, tentu tidak semua orang memiliki waktu yang cukup menjelajah ke pelosok-pelosok kabupaten terluas di Pulau Jawa ini, setidaknya membutuhkan waktu sekitar tiga jam untuk mencapai lokasi-lokasi tersebut. Nah, bagi wisatawan yang tetap ingin menikmati sensasi bahari sambil sekadar bersantai, tanpa banyak menyita waktu, bisa mencoba datang ke Pantai Cacalan.

Sebagaimana Hutan De Djawatan Benculuk, Pantai Cacalan adalah salah satu destinasi yang dekat dengan pusat Kota Banyuwangi. Tempat wisata yang terletak di di Sukowidi, Desa Klatak, Kecamatan Kalipuro, ini, bersebelahan dengan Pantai Boom, hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit dari pusat kota.

Meski destinasi ini telah lama menjadi tempat berwisata bagi masyarakat Banyuwangi, namun keberadaan Pantai Cacalan bagi wisatawan terbilang masih baru karena promosi maupun fasilitas dan sarana penunjangnya belum lama ini dilengkapi. Pantai Cacalan mulai dikenal oleh wisatawan saat Pantai Boom ditutup beberapa waktu yang lalu untuk proyek pembangunan dermaga. Pergelaran tahunan "Banyuwangi Jazz Festival" yang digelar tahun lalu, ikut mengangkat popularitas tempat ini.

Banyak yang bisa dinikmati, wisatawan dapat langsung melihat keindahan panorama Selat Bali, lengkap dengan sosok lanskap Pulau Dewata dengan Gunung Agung yang menjulang dari kejauhan. Selain berbagai aktivitas menyenangkan seperti memancing, dan berenang, letak lokasi yang berada di sisi Timur Pulau Jawa menjadikan Pantai Cacalan sebagai lokasi yang tepat untuk menyaksikan matahari terbit.

Tak heran, banyak warga maupun wisatawan yang sejak subuh telah datang untuk menikmati pesona "Sun Rise of Java". Sekadar duduk di pasir pantai yang lembut sambil menikmati teh atau cokelat hangat yang dijajakan kedai-kedai yang telah buka sejak pagi, akan menjadi pengalaman tersendiri.

Hawa pantai dengan karakter pasir berwarna gelap ini begitu segar, banyak pohon Palem di sekitar lokasi yang menambah kesejukan udara saat angin berhembus. Tak jauh dari area kuliner, terdapat sebuah galeri yang digunakan untuk memajang sejumlah lukisan karya seniman lokal. Pengunjung juga dapat menemukan sejumlah spot foto yang menarik, seperti ayunan, papan penunjuk, atau bibir pantai dengan bebatuan yang menghadap ke Pulau Bali.

Bagi para orang tua juga tidak perlu khawatir, ombak pantai ini cukup bersahabat sehingga anak-anak dapat bermain air dengan aman. Ingin berkuda menyusur pantai, atau naik perahu ke Pulau Santen, pengunjung dapat melakukannya dengan menyewa dengan harga yang cukup terjangkau. Untuk masuk ke lokasi, pengunjung tidak ditarik biaya, hanya cukup membayar dua ribu rupiah untuk parkir kendaraan roda dua, dan lima ribu rupiah untuk mobil.

Untuk mencapai Pantai Cacalan cukup mudah, dari arah pusat Kota Banyuwangi ambil jalan menuju Pelabuhan Ketapang, setelah melewati Pasar Kampung Arab dan Pertigaan Lampu Lalu Lintas Sukowidi, kita akan menemukan SPBU di kiri jalan, lalu putar balik untuk masuk ke gapura atau pintu masuk Pantai Cacalan yang ada di kanan jalan. Setelah sekitar 100 meter kita akan sampai di Pantai Cacalan. Bagi para backpacker yang ingin berhemat, dapat memanfaatkan jasa taksi daring atau ojek daring, dan angkot jurusan Terminal Brawijaya- Pelabuhan Ketapang.SB/E-3

Baca Juga: