JAKARTA - Pemerintah dalam Undang-undang (UU) Nomor 16 tahun 2019 tentang Perkawinan Anak telah mengubah batas minimal usia nikah dari semula 16 tahun menjadi 19 tahun. Tapi, regulasi tersebut kurang mengikat masyarakat sebab banyak orang tua masih mengajukan dispensasi agar bisa mengawinkan anaknya yang belum berusia sesuai aturan regulasi.

"Ketika enam belas tahun tidak banyak orang tua mencari rekomendasi. Tapi ketika diubah batasnya jadi 19 tahun, malah banyak mencari rekomendasi," kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, dalam seminar dengan tema Pencegahan Perkawinan Anak di Indonesia, di Jakarta, Kamis (2/7).

Hasto menilai UU Perkawinan Anak yang baru tidak serta merta menurunkan perkawinan anak dalam rangka menjaga hak anak. Malah, banyak pihak yang masih mengkritisi UU tersebut karena masih menyertakan dispensasi yang membolehkan perkawinan anak.

Kurangi Beban

Ia mengungkapkan pencegahan perkawinan anak harus dimulai dari masyarakat. Menurutnya, banyak orang tua menikahkan anak karena khawatir anak hamil di luar nikah atau mengurangi beban ekonomi dan di sisi lain hakim juga mengabulkan permohonan dispensasi nikah.

"Menurut saya kondisi perkawinan anak ini luar biasa. Sehingga butuh proses edukasi yang komprehensif kepada masyarakat mulai dari jenjang sekolah sampai melibatkan pemuka agama," jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga, menyebut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2018 menunjukkan sekitar satu dari sembilan perempuan usia 20 sampai 24 tahun menikah saat usia anak. Dari data tersebut terdapat 20 provinsi dengan proporsi perkawinan anak yang lebih tinggi dari angka nasional.

"Hal ini harus diwaspadai, bagi 20 provinsi tersebut perlu upaya menurunkan dan menghapusnya," jelasnya. ν ruf/N-3 *

Baca Juga: