JAKARTA - Emiten yang belum memenuhi aturan minimal jumlah saham beredar di publik atau free float sebesar 7,5 persen masih cukup banyak.

Padahal, dengan menambah free float dapat meningkatkan likuiditas saham di pasar. Adapun ketentuan mengenai free float tersebut tertuang dalam Peraturan Direksi

BEI Nomor Kep-00001/BEI/01- 2014 pada 20 Januari 2014 perihal perubahan peraturan Nomor I-A tentang pencatatan saham dan efek bersifat ekuitas selain saham yang diterbitkan oleh perusahaan tercatat.

Analis Binaartha Sekuritas, Muhammad Nafan Aji Gustav, mengatakan free float sebenarnya sudah menjadi komitmen emiten untuk memenuhi peraturan BEI. Lagi pula, kebijakan itu bertujuan untuk meningkatkan likuiditas pergerakan harga saham sehingga saham emiten tersebut akan diminati oleh investor.

"Semakin likuid maka emiten-emiten tersebut semakin diminati oleh para pelaku pasar," ungkapnya kepada Koran Jakarta, Senin (19/2). Menurutnya, jika emiten masih belum memenuhi aturan free float bisa jadi karena belum bisa meningkatkan kinerja fundamental ke arah yang lebih baik.

"Likuiditas pasar modal sangat penting agar menarik kalangan investor baik domestik maupun global untuk terjun ke dalam pasar modal Indonesia," tegas Nafan.

Analis Pasardana, Beben Feri Wibowo, menuturkan emiten sulit memenuhi peraturan tersebut diduga karena emiten tersebut tidak mampu merayu investor untuk memiliki saham yang ditawarkan dan juga ketertarikan investor terhadap saham emiten tersebut relatif rendah.

"Besar atau kecilnya daya tarik investor terhadap suatu saham tertentu bisa terlihat ketika terjadi penawaran saham, seperti contohnya melalui rights issue," ujar dia.

Sebelumnya, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia, Samsul Hidayat menuturkan, masing-masing emiten tersebut memiliki kendala dalam memenuhi aturan free float, seperti harga saham yang terlalu rendah atau saham yang tidak laku di pasar, sehingga kesulitan untuk memenuhi aturan ini.

"Saat ini, di setiap periode, Bursa juga sudah memberikan peringatan dan sanksi terkait ketidakmampuan emiten dalam memenuhi aturan tersebut," pungkasnya. yni/AR-2

Baca Juga: