Indikatornya daya beli warga di bawah 11.633 rupiah per orang per hari atau sekitar 350 ribu per bulan.

JAKARTA - Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),Tavip Agus, mengungkapkan dengan sejumlah bantuan sosial (bansos)yang telah digelontorkan Pemerintah Provinsi DKI seharusnya tidak ada penduduk miskin ekstrem di Ibu Kota.

Sebetulnya orang-orang Jakarta sudah diintervensi dengan berbagai skema bansos, mengapa masih ada kemiskinan ekstrem. "Inilah yang sedang dicari akar persoalannya," katanya di Balai Kota Jakarta, Senin (30/1).

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki sejumlah program bantuan sosial kepada masyarakat tidak mampu, di antaranya Kartu Jakarta Pintar (KJP), Kartu Warga Lanjut Usia, kartu penyandang disabilitas, Kartu Pekerja Jakarta, bantuan operasional sekolah, hingga pangan bersubsidi.

Kepala Bagian Umum BPS DKI Jakarta,Suryana, menjelaskan jumlah kemiskinan ekstrem di Jakarta setara 0,89 persen dari seluruh penduduk DKI yang mencapai 10,7 juta jiwa.

"Kemiskinan ekstrem Jakarta dari 0,6 persen menjadi 0,89 persen atau meningkat 0,29 persen," ujar Suryana.

Dia menjelaskan data kemiskinan ekstrem merata di seluruh wilayah DKI, namun paling banyak tersebar di Jakarta Utara (Jakut). Suryana menambahkan kemiskinan ekstrem indikatornya adalah tingkat kemampuan masyarakat untuk berbelanja atau daya beli di bawah 11.633 rupiah per orang per hari atau sekitar 350 ribu per bulan.

Pemprov DKI Jakarta telah menyisir sebanyak 95.668 penduduk miskin ekstrem Ibu Kota Maret 2022. Angka itu naik 0,29 persen dari Maret 2021 yang mencapai 95.391 jiwa. Penyisiran dilakukan untuk memudahkan intervensi pemerintah mengurangi kemiskinan.

"Kami fokus mencari cara dalam waktu singkat untuk intervensi secara tepat dengan menetapkan sasaran," kata Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta, Atika Nur Rahmania.

Penyisiran dilakukan untuk memastikan data sesuai dengan nama dan alamat agar program pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem tepat sasaran. "Jadi by name by address yang harus kami identifikasi. Siapa saja 95 ribu itu," katanya.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menggandeng BKKBN dan BPS DKI Jakarta untuk mengidentifikasi data kemiskinan ekstrem tersebut.

Sebelum Nikah

Sementara itu, BKKBN minta Pemerintah Provinsi DKI menggalakkan pencegahan stunting sebelum pernikahan. "Mencegah stunting paling dekat saat menjelang pernikahan, ketika hamil dan selama 1.000 hari pertama kehidupan," jelas Tavip.

Menurutnya, Pemprov DKI sudah memiliki data keluarga melalui aplikasi "Carik Jakarta" yang salah satunya untuk menurunkan kekerdilan. Data "Carik Jakarta" terkoneksi dengan Sistem Informasi Keluarga (Siga) di BKKBN. Pada tahun 2021, BKKBN sudah mendata keluarga secara nasional mencapai sekitar 68 juta angka prevalensi kerdil. Kemudian tahun 2022 menurun menjadi 37 juta.

"Pada tahun 2024, Presiden Joko Widodo berharap angka stunting secara nasional menjadi 14 persen," katanya.

Dalam rapat kerja bersama Penjabat Gubernur DKI, Heru Budi Hartono, Tavip akan memetakan sampel guna memastikan data kerdil Pemprov DKI terkoneksi dengan BKKBN agar program tepat sasaran. Jakarta saat ini memiliki 790 ribu balita, 110.000 di antaranya kerdil.

Baca Juga: