Salah satu keunikan Kepulauan Sangihe adalah memiliki gunung api bawah laut yang ramah bagi wisatawan. Dengan kedalaman hanya 5 meter, pengunjung bisa menyelam, snorkeling, untuk melihat solfatara yang keluar dalam bentuk gelembung udara.
Salah satu keunikan Kepulauan Sangihe adalah memiliki gunung api bawah laut yang ramah bagi wisatawan. Dengan kedalaman hanya 5 meter, pengunjung bisa menyelam,snorkeling, untuk melihatsolfatarayang keluar dalam bentuk gelembung udara.
Belum banyak yang tahu bahwa di Kabupaten Kepulauan Sangihe terdapat gunung api bawah laut. Bernama Gunung Banua Wuhu, tempat ini cukup bersahabat untuk dieksplorasi oleh wisatawan dengan carasnorkeling, menyelam, bahkan dari atas perahu.
Secara geografis gunung tersebut berada di 3 derajat 08 menit 16 lintang utara dan 125 derajat 29 menit 26 detik bujur timur. Sedangkan secara administratif berada di sebelah barat daya Pulau Mahangetang, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara.
Gunung Banua Wuhu berada di tengah-tengah pulau-pulau lain yang kondisinya masih sangat alami, tersebar di timur laut, barat dan juga selatan. Arah timur laut Gunung Banua Wuhu terdapat Pulau Karakitang yang memiliki pelabuhan di dalam teluk sehingga ombaknya terasa sangat tenang.
Di arah arah barat Gunung Banua Wuhu terdapat Pulau Mahangetang. Pulau ini dihuni penduduk yang mendiami banyak rumah-rumah nelayan serta menyediakan wilayah untuk selam di sekitar pulau yang memiliki terumbu karang yang masih lestari. Di arah selatan terdapat empat pulau yang sedikit melingkar seperti membentuk kaldera tua.
Mengapa gunung bawah laut itu mudah dilihat? Hal ini karena ketinggian puncak Gunung Banua Wuhu sekarang ini berada pada kedalaman sekitar 5 meter di atas permukaan air laut saja. Sedangkan ketinggian gunung bawah laut ini adalah 400 meter dari dasar laut.
Gunung Banua Wuhu seakan timbul tenggelam dari waktu ke waktu. Karena sebelum tenggelam di bawah permukaan laut seperti sekarang, gunung api aktif ini pernah muncul ke permukaan sebelum kembali tenggelam di wilayah lautan yang termasuk bagian dari Laut Sulawesi.
Erupsi dari kawah yang meruntuhkan badan gunung yang memang berupa erupsi eksplosif. Letusan ini menghasilkan jatuhan piroklastik dan erupsi efusif berupa aliran lava. Aliran material inilah yang membentuk badan gunung hingga menciptakan pulau gunung berapi sebelum kembali menghilang.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mencatat bahwa letusan Gunung Banua Wuhu pada paling awal yang diketahui terjadi pada tanggal 23-26 April 1835. Ketika itu erupsi berupa aliran lava dari kawah pusatnya.
Letusan tersebut memilikivolcanic explosivity index(VEI) 2. Hal ini berlaku pada erupsi satu hingga kelima. Pada skala yang dicetuskan oleh Christopher G Newhall dari the United States Geological Survey dan Stephen Self pada 1982 tersebut, menghasilkan material lontar sebanyak 1-5 kilometer kubik.
Periode erupsi yang kedua terjadi pada tanggal 6-9 September 1889. Saat itu Gunung Banua Wuhu mengalami ekstrusi atau mengeluarkan magma ke permukaan bumi menjadi lava yang meledak secara dahsyat di atmosfer dan jatuh kembali sebagai bebatuan piroklastik atau batu tuf.
Periode yang ketiga terjadi pada bulan Juli-26 Desember 1895. Pada saat itu gunung ini mengalami erupsi eksplosif normal dari kawah pusat Gunung Banua Wuhu. Periode erupsi tanggal 17-18 April 1904 dan 27 Agustus 1904 membuat gunung ini mengalami erupsi eksplosif dari kawah pusat melemparkan batu-batu sampai ke pantai Pulau Mahangetang.
Sedangkan pada periode erupsi keenam atau terakhir Gunung api Banua Wuhu sekaligus yang terbesar terjadi pada periode tanggal 18 Juli 1918 hingga 1 Desember 1919 dengan skala VEI 3. Kronologinya, tanggal 18 Juli 1918 terjadi erupsi yang menghasilkan batu apung yang tersebar di permukaan laut meluas sejauh mata memandang.
Pada 2 Februari 1919 kembali terjadi erupsi yang mengeluarkan lava. Dua bulan kemudian tepatnya, 2 April 1919, keluar lava dan erupsi eksplosif, air laut pasang, ledakan-ledakan hebat terjadi yang merusak pohon kelapa dan membakar rumah-rumah penduduk di pantai timur Pulau Mahangetang. Pada tanggal 3 April jam 10.30 WITA terjadi erupsi lagi dengan gumpalan uap membubung setinggi hingga 4000-5000 meter disertai erupsi-erupsi hebat.
Laporan Kamurahan dan Christian pada tahun 2020 membuat dampak kawasan rawan bencana (KRB) Gunung Banua Wuhu apabila terjadi erupsi besar kembali. Kawasan yang masuk dalam KRB I mencakup luas wilayah 2-5 kilometer persegi, yang mana terdapat Pulau Karakitang, Mahangetang dan sedikit Pulau Salengkere serta Pulau Agulabe.
KRB I berpotensi terlanda lahar dan terkena lontaran batu pijar yang diikuti gelombang tsunami radius 2-5 kilometer. KRB II erupsi eksplosif Gunung Banua Wuhu berpotensi gelombang pasang dan tsunami mencakup radius 10-20 kilometer.
Apabila terjadi KRB II, Gunung Banua Wuhu akan berdampak hingga ke Pulau Kalama di utara pulau Mahangetang. KRB III Erupsi Gunung Banua Wuhu berpotensi gelombang pasang dan tsunami dengan radius 30 kilometer sehingga gelombangnya akan mengenai wilayah selatan Pulau Sangihe di utara.
Masih Aktif
Masyarakat Pulau Karakitang, Mahangetang, Salengkere, serta Pulau Agulabe, sangat berharap agar Gunung Banua Wuhu tidak meletus. Keberadaan kawah gunung api di bawah laut, yang kadang mengeluarkan belerang dan api cukup menakutkan.
Hal itu membuat masyarakat Mahengetang selalu melakukanmehengetang(berbicara) kepada Tuhan untuk menenangkan diri dari rasa takut mereka. Di pulau ini terdapat tiga lokasi pemukiman yaitu Matiang, Soa, dan Ngihade, yang tentu saja masuk dalam zona KRB I.
Dalam sejarahnya, pemerintah kolonial Belanda pernah dua kali mengungsikan penduduk Mahangetang ke Desa Bentenan-Minahasa tenggara. Pengungsian pertama dilakukan akibat erupsi gunung api bawah laut yang terjadi pada 17--18 April 1904 dan 27 Agustus di tahun yang sama.
Menurut Kamurahan dan Christian, Gunung Banua Wuhu memiliki pusat kawah berupa kubah lava. Tatanan tektonik menyebutkan gunung api ini berada di zona subduksi tektonik dengan tipe batuan andesit hingga basaltik andesit.
Bagi wisatawan Gunung Banua Wuhu, saat ini kondisinya tidak membahayakan karena sekarang ini statusnya dalam kondisi normal. Bahkan sangat sedikit gassolfatarayang keluar dari puncaknya yang dapat dilihat berupa gelembung udara.
Gassolfatarayang keluar menunjukkan bahwa gunung api tersebut masih aktif, namun dalam keadaan tenang (unrest). Gas ini pada gunung berapi di permukaan berupa asap putih yang terlihat keluar membubung seperti yang ada pada Gunung Merapi, Gunung Slamet, Gunung Tangkuban Perahu, dan beberapa gunung aktif lainnya.
Di batuan-batuan gunung berapi ini ditumbuhi karang-karang lunak. Sebagian kecil diantaranya bahkan ditumbuhi karang keras. Di sela-selanya dengan mudah dijumpai ikan-ikan karang. Gelembung yang muncul dari sela bebatuan membuat ikan-ikan ini seperti berada di akuarium.
Saat ini banyak wisatawan datang ke Gunung Banua Wuhu untuk mengagumi gunung api bawah laut satu-satunya yang bisa diakses itu. Di sini mereka menyelam,snorkelingatau sekedar melihat fenomena unik dari atas perahu. Kemunculan pulau-pulau kecil di sekelilingnya menambah pesona selama berada di atas perairan gunung bawah laut ini.
Cara untuk menjangkau Gunung Banua Wuhu memang agak sulit. Dari Pulau Sangihe bisa mencari pelabuhan yang kapal-kapalnya melayani pelayaran menuju pulau-pulau kecil itu seperti terdapat Pulau Karakitang, Pulau Mahangetang, Pulau Salengkere dan Pulau Agulabe. hay/I-1