JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan terus mengkaji skema bantuan tunai berupa upah tambahan sebesar 2,4 juta rupiah kepada 13 juta pekerja dengan pendapatan di bawah lima juta rupiah per bulan.

Kepala Badan Kebijakam Fiskal (BKF), Febrio Nathan Kacaribu, mengatakan sedang mengkaji opsi penyalurannya antara dibayarkan langsung secara penuh satu tahap atau dibagi ke beberapa tahap. Total anggaran yang disiapkan pemerintah untuk insentif sosial itu sebesar 31,2 triliun rupiah.

"Apakah nanti dibayarnya sekali atau berapa kali pembayaran, ini sedang kita finalisasi," ujar Febrio, dalam konferensi pers virtual, di Jakarta, Kamis (6/8).

Lebih lanjut, dia mengatakan pemerintah akan mengakselerasi penyelesaian skema bantuan tunai itu agar lebih efektif terutama cepat sampai ke kelompok target penerima. "Bukan masalah besarannya, tapi bagaimana uangnya sampai ke kantong penerima," ujarnya.

Skema yang akan digunakan akan dibuat secara efisien dan bertanggung jawab. Kini, pemerintah sedang menunggu data dari BPJS Ketenagakerjaan mengingat mereka bertanggung jawab atas pengelolaan terkait tenaga kerja.

"Yang terpenting bagaimana kita menyalurkan dengan tata kelola yang baik dan bisa dipertanggungjawabkan, sehingga kalau ada pemeriksaan pun sistem siap diaudit. Jadi, jangan dilakukan dengan tata kelola yang tidak baik dan nantinya menjadi masalah yang tidak bisa dipertanggungjawabkan," paparnya.

Data Tidak Valid

Deputi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan UMKM Kemenko Perekonomian, M Rudy Salahuddin, dalam diskusi virtual yang berbeda mengakui sulitnya mendapat data yang valid untuk menyalurkan bantuan.

Skema stimulus bagi 13,8 juta pekerja non-PNS dan BUMN, katanya, akan mengacu pada data kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan dengan iuran di bawah 150 ribu rupiah atau setara gaji di bawah lima juta rupiah per bulan.

Bantuan akan diberikan sebesar 600 ribu rupiah per bulan selama empat bulan dan akan langsung diberikan per dua bulan ke rekening masing pekerja untuk menghindari penyalahgunaan.

Menanggapi hal itu, Ekonom Senior dari Indef, Tauhid Ahmad, menilai rencana tersebut akan menimbulkan ketidakadilan dan kesenjangan semakin dalam terjadi di masyarakat. Selain itu kebijakan itu tidak akan mampu mendorong konsumsi rumah tangga yang tertekan.

Jumlah pekerja saat ini mencapai 52,2 juta orang, sementara bantuan berupa gaji ditargetkan hanya untuk 13 juta sampai 15 juta orang yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. n uyo/E-9

Baca Juga: