Komunitas Relawan Garis Depan memberikan bantuan makanan sebagai kebutuhan mendesak bagi para pekerja informal dan pekerja harian yang terimbas oleh pandemi korona atau Covid-19

Relawan selalu menjadi "teman dekat" bagi masyarakat yang tengah tertimpa musibah. Melalui tangantangannya, berbagai bantuan tersalurkan untuk mengatasi masa darurat. Komunitas Relawan Garis Depan (Korgad) menjadi salah satu relawan yang tergugah untuk menolong masyarakat, khususnya yang berada di daerah bencana.

Wabah korona atau covid-19 menjadi bencana yang tengah dirasakan masyarakat Indonesia saat ini. Kebijakan physical distancing serta Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memerangi penyebaran virus berdampak pada ekonomi masyarakat.

Pekerja informal yang mengandalkan pendapatan harian merupakan salah satunya. Ruang gerak yang terbatas menjadikan para pekerja informal kehilangan pendapatannya. Pangan menjadi masalah utama dalam kondisi masyarakat yang tengah tertimpa bencana. Hal ini lantaran masyarakat kehilangan pendapatan untuk membeli pangan.

"Saya melihat mereka yang informal (pekerja), mereka butuh makan," ujar Heru Jatmiko, 46, pendiri Korgad yang dihubungi, Kamis (23/4). Untuk kebutuhan lain-lain seperti listrik, menjadi kebutuhan yang dapat ditunda. Sedangkan pangan merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditunda.

Untuk itu sebagai bentuk partisipasi pada masyarakat yang tengah tertimpa bencana, Korgad memberikan bantuan pangan berupa beras yang dimulai pada penerapan PSBB. Rupanya bantuan tersebut tidak efektif, lantaran masyarakat perlu mengolah beras terlebih dahulu sebelum di makan.

Lalu, bentuk bantuan pangan pun diganti dengan nasi bungkus yang diberikan setiap dua hari sekali. Agar tidak terjadi kerumunan massa, nasi bungkus diberikan dari rumah ke rumah pada waktu Subuh. Tak kurang 100 nasi bungkus di distribusikan setiap dua hari sekali. Jumlah tersebutpun dirasa masih tergolong kecil.

Dengan asumsi, setiap rumah terdiri tiga anggota keluarga, maka 100 nasi bungkus hanya dapat diberikan sekitar 30 rumah. Padahal dalam satu RT, jumlah Kepala Keluarganya (KK) bisa lebih dari 30 KK.

"Itu baru (bantuannya hanya) makan siang. Padahal, setiap orang membutuhkan makan tidak hanya sekali sehari, minimal sehari dua kali," kata Heru.

Heru mengaku belum bisa berbuat banyak, lantaran baru mampu memberikan bantuan nasi bungkus dengan jumlah tersebut kepada masyarakat atau pekerja informal. Hal tersebut juga berkaitan dengan dana dari para donatur yang tergerak untuk membantu masyarakat.

Di sisi lain, Heru tidak menampik bahwa bantuan tersebut lebih bersifat darurat. Bantuan diberikan untuk mengatasi masa darurat di awal terjadinya bencana.

Dia juga belum memiliki rencana jika wabah berlangsung dalam jangka waktu panjang. Sebelum memberikan nasi bungkus, Korgad memberikan bantuan berupa disinfektan di sekolah maupun masjid serta mushola di wilayah Bekasi Raya yang mencakup kabupaten dan kota. Wilayah sasaran ini tidak lain karena base camp komunitas berada di wilayah tersebut.

Pada awalnya, masyarakat dihimbau untuk menyemprotkan wilayahnya menggunakan larutan pemutih. Namun saat harga larutan disinfektan mulai merangkak naik, mereka pun membantu mencarikan larutan tersebut. Bergerak di "Rescue" Korgad sebenarnya merupakan komunitas relawan yang bergerak di bagian rescue.

Bersama Bazarnas Jakarta, mereka menyelamatkan orang-orang yang tenggelam di sungai maupun laut. Mereka terlibat aktif dalam berbagai bencana yang terjadi di Tanah Air, seperti tsunami di Palu, gempa di Lombok, pencarian pesawat Lion Air di Karawang, maupun tsunami di Selat Sunda.

Komunitas yang berdiri pada 22 Februari 2015 beranggota remaja berusia sekolah menengah atas dan mahasiswa. Setiap tahun pada Desember hingga Februari, komunitas membuka rekrutmen calon anggota.

Calon anggota yang terpilih akan mengikuti latihan rescue dengan mentor dari anggota senior yang telah memiliki sertifikasi serta praktisi. Dalam setahun sekali, komunitas juga akan menngirimkan anggotanya untuk mengikuti latihan rescue yang diadakan Bazarnas. Kemudian, hasil pelatihan akan ditularkan pada anggota lainnya supaya ada transfer ilmu. Heru mengatakan bahwa minat anak muda untuk bergabung dalam komunitas rescue cukup besar.

"Karena, anak muda sekarang senang tantangan," ujar dia memberikan alasan.

Operasi rescue yang menyelamatkan orang di sungai maupun laut merupakan kegiatan yang tergolong menantang. Di sisi lain, kegiatan tersebut dilakukan di ruang terbuka sehingga semakin memicu adrenalin.

Meski merupakan kegiatan yang menggiurkan untuk anak muda, Heru memberikan batasan. Selama mengikuti kegiatan komunitas, anggota tidak diperbolehkan bolos sekolah.

Kalau ketahuan bolos sekolah, mereka tersebut akan dikeluarkan dari komunitas. "Dulu ada yang dikeluarkan dari komunitas, karena dia bolos kuliah saat memberikan bantuan banjir," ujar dia.

Selain itu dalam persyaratan awal menjadi calon anggota, mereka harus mengisi form yang menyatakan mendapatkan persetujuan dari orang tua.

Selama kegiatan, anggota akan dilengkapi dengan Alat Pelindung Diri. Saat Wabah Covid-19, tak urung komunitas tergerak melakukan partisipasi. Namun, kegiatan yang dilakukan bukan dalam kapasitas operasi rescue melainkan memberikan bantuan kapada masyarakat yang membutuhkan, terutama masyarakat yang kehilangan pekerjaannya.

Bantuan yang Tepat Sesuai Kebutuhan

Bantuan paket sembako yang kerap diterima masyarakat saat terjadi bencana tidak selamannya menguntungkan penerima bantuan. Hal ini lantaran bantuan tersebut tidak dapat langsung disantap melainkan bantuan perlu diolah untuk menjadi makanan siap saji.

"Masalahnya, bahan pangan tersebut harus diolah terlebih dahulu sedangkan mereka kadang tidak memiliki gas," ujar Heru Jatmiko, 46, Pendiri Korgad.

Kondisi tersebut kerap dihadapi warga di daerah bencana. Karena, kondisi keuangan mereka menurun lantaran tidak dapat mencari nafkah, tak terkecuali di tengah wabah Covid-19 seperti saat ini.

Heru mengatakan bahwa masyarakat lebih membutuhkan makanan siap saji lantaran minimnya bahan yang diperlukan untuk memasak. Hal tersebut dialami, saat dia dan komunitas memberikan beras pada pemulung dan pekerja non formal di daerah Bekasi Raya. Bantuan yang diterima diikuti dengan sedikit kekecewaan lantaran penerima bantuan tidak dapat mengolah makanan. Akhirnya, dia mengubah bantuan dari beras menjadi nasi bungkus.

Melihat kondisi di masyarakat, Heru mengatakan bahwa bentuk bantuan tidak selalu berupa sembako sebagaimana yang selama ini banyak diberikan. Bantuan bahan bakar untuk memasak merupakan salah satu bantuan yang diharapkan warga.

Bantuan tersebut dapat memberikan bahan bakar maupun penurunan harga gas yang dalam hal ini dapat dilakukan pemerintah. Karena saat terjadi bencana, daya beli warga ikut tergerus.

Di sisi lain, bencana seperti Covid-19 tidak dapat diprediksikan kapan berakhirnya. Selain itu, bantuan juga dapat berupa uang cash. Dalam wabah Covid-19 seperti saat ini, banyak masyarakat yang membutuhkan uang untuk membiayai kehidupannya sehari-hari.

Dalam hal ini, Heru mengatakan bahwa peran masyarakat terutama tetangga menjadi penolong pertama untuk memberikan bantuan.

"Kalau pemerintah atau Pemda, mungkin mereka banyak pekerjaan lain yang harus diselesaikan," ujar dia. Bantuan berupa uang cash tersebut bukan berarti masyarakat cengeng melainkan kondisi yang sedang tidak menguntungkan. Pemulung merupakan salah satunya. Jika hari-hari biasa, mereka banyak mengais barang di sejumlah komplek perumahan. din/S-2

Baca Juga: