JAKARTA - Layanan perbankan syariah membutuhkan insentif agar bisa tumbuh lebih cepat ketimbang bank konvensional sehingga pangsa pasarnya terhadap perbankan nasional tidak stagnan di kisaran 5,5-6 persen. Insentif itu bisa berbentuk pembiayaan maupun penghimpunan dana pihak ketiga (DPK). Direktur Syariah Banking CIMB Niaga, Pandji P Djajanegara di Jakarta, Senin (26/3), mengatakan wacana yang sedang didiskusikan pemerintah dan otoritas saat ini adalah pengurangan pajak untuk bunga deposito berjangka yang akan lebih rendah dibanding bank konvensional.

Selain itu, dual banking leverage model atau satu kantor cabang bisa memberikan layanan konvensional dan syariah dinilai sangat membantu unit usaha syariah atau bank syariah menurunkan over head cost atau biaya operasional yang terbilang lebih besar dibanding bank konvensional. "Model layanan itu terbukti membuat CIMB Niaga Syariah lebih efisien sehingga kinerja pada 2017 tumbuh positif," kata Pandji. Kinerja positif tersebut tercermin dari sejumlah indikator seperti aset, dana pihak ketiga (DPK), pembiayaan, kualitas pembiayaan, maupun laba sebelum pajak (PBT).

Hingga 31 Desember 2017, CIMB Niaga Syariah mencatatkan pertumbuhan aset sebesar 85,0 persen menjadi 23,6 triliun rupiah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 12,8 triliun rupiah sehingga tercatat sebagai Unit Usaha Syariah (UUS) dengan pertumbuhan aset paling tinggi sepanjang 2017 di industri perbankan syariah nasional. Kenaikan itu turut meningkatkan pangsa aset CIMB Niaga Syariah terhadap total aset CIMB Niaga, yaitu mencapai 9,3 persen dibandingkan posisi tahun sebelumnya 5,5 persen.

Meningkatnya aset, jelas Pandji, karena ditopang kenaikan signifikan pada penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan penyaluran pembiayaan. Total DPK yang dihimpun mencapai 19,9 triliun rupiah atau tumbuh 87,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 10,6 triliun rupiah. Belum Optimal Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan industri keuangan syariah pada 2017 tumbuh 27 persen, lebih tinggi dibanding industri keuangan konvensional. Meski demikian, pertumbuhan tersebut dianggap belum optimal mengingat potensi keuangan dan ekonomi syariah di Indonesia sangat besar. bud/E-10

Baca Juga: