Perkembangan bank digital dalam beberapa tahun terakhir relatif pesat, tetapi masyarakat masih merasa nyaman dan aman menggunakan layanan bank konvensional.
JAKARTA - Perkembangan digitalisasi secaras masif sempat memicu disrupsi di semua sektor, termasuk industri perbankan. Meski demikian, pamor perbankan konvensional saat ini masih lebih diminati masyarakat ketimbang bank digital.
Survei Consumer Payment Attitudes Study (CPAS) 2022 Visa di Indonesia menunjukkan penggunaan bank konvensional di kalangan masyarakat lebih banyak bila dibandingkan dengan bank digital, yakni sebesar 51 persen.
Responden survei mengungkapkan sejumlah kekhawatiran terhadap bank digital. Sebanyak 46 persen mengaku takut rekeningnya di-hack (dibajak), 39 persen khawatir akan terjadinya transaksi tidak sah atau penipuan, dan 35 persen mengkhawatirkan jaringan yang tidak stabil.
"Itu kekhawatiran utama terhadap bank digital. Karena itu, kita perlu terus meningkatkan literasi bank digital, terutama dari sisi keamanan," kata Head of Products and Solutions Visa Indonesia, Dessy Masri, dalam gelar wicara Visa Memasuki Era Virtual Banking di Indonesia yang dipantau secara virtual di Jakarta, Senin (19/6).
Meski demikian, survei menemukan penggunaan bank digital di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, yaitu pada 2020 sebesar 75 persen, pada 2021 mencapai 86 persen, dan pada 2022 sekitar 88 persen. Peningkatan tersebut utamanya berasal dari kelompok muda yang lebih adaptif dengan teknologi, yakni generasi milenial dan gen Z.
Kecerdasan Buatan
Pada kesempatan sama, pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, berpendapat kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) bakal menjadi faktor pendorong penurunan jumlah kantor cabang perbankan di masa depan.
"Ada sekitar 60 persen sampai 70 persen orang itu sudah tidak pernah ke cabang dan beralih ke mobile apps, makanya ada tren penurunan cabang. Terlebih, dengan penemuan AI yang bisa menggantikan customer service," kata Huda.
Huda menjelaskan penggunaan teknologi kecerdasan buatan dan fitur-fitur daring lainnya pada sistem perbankan dapat memberikan efisiensi terkait akses layanan keuangan, terutama untuk nasabah. Efisiensi tersebut yang mendorong minat masyarakat untuk beralih ke layanan perbankan digital.
Di sisi lain, Huda melihat faktor pendukung transisi penggunaan layanan bank digital lainnya adalah banyaknya generasi milenial dan gen Z yang adaptif terhadap teknologi serta pertumbuhan kelas menengah yang makin tinggi.
"Itu mendorong online banking kita makin digemari," ujar Huda.
Meski demikian, dia mengatakan masih ada tantangan terkait implementasi layanan perbankan digital di Tanah Air. Dia mencontohkan tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia yang jauh berada di bawah tingkat inklusi keuangan. Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), indeks literasi keuangan masyarakat berada di level 49,68 persen, sementara indeks inklusi keuangan mencapai 85,10 persen.