WASHINGTON - Bank Dunia pada hari Selasa (15/10) memberikan suara untuk mengubah pedoman pinjaman internalnya guna membebaskan 30 miliar dolar AS dalam kapasitas pinjaman tambahan selama dekade berikutnya untuk membantu negara-negara berkembang dan pasar negara berkembang bergulat dengan perubahan iklim dan tantangan global lainnya.
Dikutip dari The Straits Times, Presiden Bank Dunia Ajay Banga, mengatakan, divisi Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan atauInternational Bank for Reconstruction and Development (IBRD) bank tersebut akan menurunkan rasio ekuitas terhadap pinjamannya sebesar 1 poin persentase menjadi 18 persen, mengambil sedikit lebih banyak risiko, karena terus melaksanakan reformasi yang diuraikan dalam laporan independen yang disiapkan untuk negara-negara ekonomi utama Kelompok 20 (G20) dan diminta oleh para pemegang sahamnya, termasuk Amerika Serikat.
"Langkah tersebut, ditambah dengan perubahan kebijakan harga bank, berarti bank akan meningkatkan kapasitas pinjamannya sebesar total 150 miliar dolar AS selama tujuh hingga 10 tahun ke depan melalui penyesuaian neracanya," kata Banga dalam wawancara Reuters NEXT Newsmaker.
Perubahan terjadi di saat meningkatnya tantangan global seperti perang di Ukraina, meningkatnya kekerasan di Timur Tengah, dan besarnya tingkat utang pemerintah.
Beberapa ahli memperkirakan negara berkembang dan pasar berkembang akan membutuhkan setidaknya 3 triliun dollar AS dalam pembiayaan baru setiap tahunnya untuk mengatasi pandemi di masa depan, perubahan iklim, dan tantangan lainnya.
IBRD terakhir kali mengubah rasio ekuitas terhadap pinjamannya pada tahun 2023, menurunkannya menjadi 19 persen dari 20 persen.
"Kami telah mendapat persetujuan dewan direksi hari ini untuk mengubah rasio ekuitas terhadap pinjaman kami turun satu poin persentase lagi, yang berarti kapasitas neraca kami untuk meminjamkan lebih banyak lagi akan lebih leluasa," kata Banga.
Ketika ditanya apakah penyesuaian lebih lanjut mungkin dilakukan, Banga mengatakan bank akan terus mencari instrumen baru seperti modal hibrida dan cara untuk mengoptimalkan neracanya.
Banga mengatakan, Bank Dunia juga tengah berupaya untuk menambah dana pemberi pinjaman bagi negara-negara termiskin di dunia, Asosiasi Pembangunan Internasional atau International Development Association (IDA), sebesar lebih dari 100 miliar dollar AS, seraya menambahkan bahwa adalah realistis untuk menargetkan 120 miliar dollar AS, seperti yang telah disarankan oleh beberapa pemimpin Afrika dan Karibia.
"Jika kita mencapai 120 miliar dollar AS, itu akan luar biasa, itulah yang sedang kita upayakan," katanya.
Untuk mencapai jumlah tersebut, pemegang saham Bank Dunia dan negara-negara donor harus meningkatkan kontribusi mereka dari 24 miliar dolar AS menjadi 30 miliar dollar AS, yang akan menjadi tantangan mengingat menguatnya dollar AS dan tantangan fiskal dalam negeri.
"Kami berjuang sangat keras untuk melewati ini," katanya, seraya mencatat Denmark telah mengumumkan peningkatan kontribusinya sebesar 40 persen dan negara-negara lain termasuk Inggris dan Spanyol sedang mempertimbangkan peningkatan.
Ia mengatakan dirinya cukup optimis bahwa Amerika Serikat, ekonomi terbesar di dunia, juga akan memberikan kontribusi dalam jumlah yang besar, namun tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Banga mengatakan, ia akan bertemu dengan Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, yang mempelopori seruan agar Bank Dunia mengembangkan pekerjaannya guna memenuhi kebutuhan saat ini sebelum Banga mengambil alih pimpinan bank tersebut.
"Secara umum, dia sangat mendukung apa yang telah kami lakukan pada kerangka evolusi sebagai sebuah tim," katanya, seraya mencatat bahwa bank tersebut juga berupaya untuk mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk beralih dari proposal ke persetujuan dewan atas proyek-proyek baru.
Rata-rata waktu dari pengajuan hingga persetujuan memakan waktu 19 bulan, tetapi turun menjadi 16 bulan dan "mendekati 12 bulan," katanya, seraya menambahkan bahwa beberapa proyek kini mencapai persetujuan dalam waktu kurang dari setahun.